Saya lahir di Kelurahan Marumpa, Kecamatan Marusu Kabupaten Maros. menyelesaikan SD Negeri Bulu’-Bulu’ (keterangan: Bulu’-Bulu’ adalah Bahasa Bugis artinya adalah bukit) lalu meneruskan sekolah di SMP Angkasa, SMA Negeri VII Makassar (Dulu Ujung Pandang) dan menyelesaikan kuliah Di Fakultas Sosial Politik Jurusan Komunikasi Universitas Hasanuddin pada tahun 1993. Ketika saya lahir nama Desa saya Adalah Desa TemmapadduaE.
Masih sering mengingat guru SD dan SMP. Ada Pak Saing guru saya dulu di SD Bulu Bulu orangnya pintar. Saat SMP Angkasa masih masih ingat dengan jelas didikan yang membuat saya jadi disiplin dan Rajin belajar dari Pak Titus (Guru Matematika), Pak Somalinggi (Guru Biologi).
Seiring dengan perjalanan waktu target (sesuai SMART) harus ditancapkan. Setelah menamatkan bangku kuliah saya sempat mengabdi di PT Bososwa Berlian Motor miliknya Pak Aksa Mahmud. Enam bulan saya bekerja di sana sebagai calon karyawan di bagian marketing. Saya melihat dari koran Batam waktu itu sedang giat membangun. Tahun 1995 memilih merantau ke Batam naik Pelni. Perjalanan lima hari. transit di Surabaya, Jakarta dan Kijang.
Kini nama Marumpa sering saya tulis. Marumpa mengingatkan saya pada kampung halaman. 39 tahun lalu tepatnya saya merasakan oksigen yang diberikan Allah untuk kehidupan . Masa kecil dihabiskan di kampung halaman. Puas bermain. Banyak alat untuk permainan dan gratis serta kaya kebebasan. Tempat bermain yang banyak alternatif. Dulu saya senang bermain di sawah, hutan, kebun, lapangan bola hingga hanggar pesawat terbang ( bapak saya pensiunan pegawai negeri sipil di AURI Lanud Hasanuudin). Saya juga suka main di Bandara lihat pesawat tempur. Saking senangnya lihat pesawat pada saat mengikuti lomba melukis saya melukis helikopter dan saya meraih juara 3. senang tentu dong, karena dapat hadiah tabungan.
Sawah adalah tempat yang mengasikkan. Sawah membuat saya sadar akan kekayaan bangsa Indonesia. Saya percaya untuk wilayah Kabupaten Maros saja tidak akan kekuarangan Beras. Karena Kabupaten Maros adalah penghasil beras terbesar di Sulawesi Selatan.
Sawah membuat saya ada. Dari hasil pertanian saya bisa sekolah hingga perguruan Tinggi. Hasil sawah memberikan impian yang saya idamkan di waktu kecil. Saya bersyukur kepada Allah karena memberi kekayaan kepada keluarga kami berupa sawah. Tiga kakak saya bisa menyesaikan kuliah juga tak lepas dari hasil sawah.
Saya ingat saat kesulitan keuangan, Ibu dan Bapak memotivasi saya untuk bangkit dan mandiri. Gaji dari pegawai negeri yang Bapak terima hanya cukup untuk kebutuhan dasar seperti sembako. Itu pun setiap bulan Bapak selalu kredit sembako ke Koperasi. Dilunasi setelah bapak gajian.
Gabah yang telah dikumpulkan dirawat dengan baik, dijemur hingga kering. Panas matahari adalah penyiksaan yang luar biasa pada waktu itu saya tak kuat untuk melakoni pekerjaan itu, tapi karena ingat biaya kuliah yang tidak ada. Mau tidak mau, meski secara fisik saya tak mampu untuk mengolah (proses) Gabah menjadi beras harus dilakoni.
Ada rasa kesal ketika menjemur gabah yang masih basah. Saat bulan puasa. Menahan lapar dan haus. Saya harus menjaga gabah yang dijemur dibawah sinar matahri. Ibu saya kadang-kadang ngomel kalau saya lalai karena banyak ayam yang berpesta bulir padi saat saya meninggalkan tempat penjemuran. Ibu saya marah. Saya hanya sedih. Apalagi kalau melihat teman-teman kuliah waktu itu yang dengan mudahnya meminta uang kuliah ke pada kedua orang tuanya. Sementara saya terus berjuang mencari tambahan uang kuliah.
Setelah menjemur gabah. Lalu dikumpulkan dalam karung-karung goni. Proses berikutnya adalah memikul karung-karung goni tersebut ke tempat penggilingan padi yang berjarak 1 (satu) kilo meter dari rumah panggung saya. Saat mengangkat puluhan karung gabah tersebut saya berpikir positif. Ini adalah latihan beban yang bagus. Bagus untuk kesehatan.
Tapi ketika debu gabah lengket di badan saya karena keringat. Diam-diam hati saya juga protes. Hidup ini terasa berat. Saya benci dengan debu gabah yang menyebabkan gatal di sekujur tubuh.
Saat kondisi sedang down Ibu memberiku semangat. Kata Ibu, hanya Gabah itulah yang menjadi andalan satu-satunya untuk menembus uang semester.
Ibu dan Bapak adalah pahlawan. Mereka paling bisa memotivasi saya (pikiran positif). Ibu mengajarkan kesederhanaan. Ibu dan Bapak mengajarkan kerja keras. Tidak ada jalan pintas untuk sukses. Semua membuthkan proses yang panjang. Inilah yang saya syukuri. Proses pembelajaran itu yang membuat mandiri. Sesuai prinsip Effective Time Management dari 7 Habits Highly Effevtife People Steven Covey. Alhamdulillah.
Waktu itu saya tak begitu paham dengan gemblengan yang diberikan oleh Ibu dan Bapak. Sekarang saya bersyukur karena dengan didikan yang keras tersebut membuat saya makin memahami arti perjuangan. seperti dalam kisah yang diceritakan Jansen Simano dalam bukunya Mengubah Sebutir Pasir Jadi Mutiara.
Empat tahun saya kuliah. Setiap semester harus memikirkan uang kuliah. Sawah dan gabah telah membantu mengatasi masalah keuangan saya.
Saat hujan saya main perahu yang terbuat dari batang pisang di sawah. Saat musim kering saya main bola di sawah. Saat musim tanam padi saya bermain lumpur juga di sawah. Ha ha ha. Tapi kalau lintah menempel di betis saya lari ketakutan (plus geli) dan tak meneruskan kerja menanam padi di sawah. Kalau sudah begitu Bapak, Paman dan Kakak saya hanya tertawa. Sungguh pengalaman yang indah.
Di Batam ketika usia sudah berkepala 3 dan sebentar lagi akan berubah menjadi 4, Rutinitas pekerjaan membuat perhatian akan kampung halaman terlupakan. Kini, Masih banyak pekerjaan yang belum tuntas. Mulai dari terget menulis buku, cerita fiksi, artikel, melukis.
Ketika cita-cita tersebut belum terealisasi. Ketika tujuan belum tercapai, tiba-tiba ingatan saya kembali ke Marumpa. Apalagi Marumpa makin dikenal luas karena memiliki banyak anak anak yang bertalenta di bidang Sepak Bola. Kelurahan Marumpa membuat saya larut dalam keindahan masa lalu. Karena itu saya memilih nama weblog saya bernama MARUMPA. Ewako Marumpa.
Catatan: Marumpa selain dipakai sebagai nama Kelurahan juga menjadi nama salah satu Raja Makassar yaitu Raja Gowa XI, I Tajibarani Daeng Marumpa Karaeng Data Tunibata.
So Sweet……
Sejujurnya membaca posting ini, saya juga mengambil banyak hikmah dari sini bahwa sesungguhnya pengalaman adalah guru yang paling baik!
Ok, brother; Keep on dream’in…….
Salam,
Chanks “cruisher in voyage”
Brother Chanks. Sudah berkunjung ke posting ini ya. Ya begitulah masa lalu kita. Guru yang membuat kita tabah. Oke brother. Mari kita jadikan Etos Kerja sebagai prinsip hidup. Oh ya, by the way sebentar kita memperingati hari kebangkitan nasional. So, mari kita jalani hidup ini lebih baik dari hari sebelumnya. Merdekaaa.
hauaah..
apa kareba om.. 😀
saya baru rencana mau berangkat ke batam nih tlg cariin kerjaan yach omm
sama gi
hidup smp angkasa