Jam beker berdering. Bima membuka matanya berat. Jam telah menunjukkan pukul 04.30. Bima terbiasa menggunakan Jam beker untuk membangunkan dirinya. Bima punya banyak kesibukan. Setelah bekerja seharian sebagai pelayan di pujasera, malamnya ia juga bekerja sebagai tenaga pemijit panggilan. Kalau tidak ada panggilan mijit, ia membaca buku.
Subuh itu itu Bima bangun dari tempat pembaringannnya. Kamar kosnya berukuran dua kali dua meter. Kamar kos Bima sangat sederhana. Rumah kosnya terbuat dari Kayu. Rumah kos Bima berada di kawasan rumah liar dekat Tower Muka Kuning. Bima sengaja kos di rumah liar karena menghemat biaya.
Kamar Bima berwarna putih. Terdapat poster kaligrafi bertuliskan Allah dan Muhammad. Ada Juga foto kedua orang tuanya. Di dalam kamar kos Bima terdapat tumpukan Koran bekas, majalah bekas dan beberapa buku pengembangan diri.
Bima sebetulnya adalah alumni salah satu Universitas Negeri yang lulus enam bulan lalu. Meski bergelar Sarjana Ekonomi belum menjamin dirinya mudah diterima bekerja di perusahaan.
Sejak kedatangannya ke Batam empat bulan lalu Bima belum berhasil diterima bekerja di perusahaan Manufacturing. Bekal biaya dari kampung halaman makin hari-makin menipis. Bima tak ingin menganggur. Ia bertekad menaklukkan Batam, meski bekerja di sektor informal. Ia banyak terinspirasi oleh anak-anak remaja Amerika Serikat yang meskipun anak pejabat tapi tida menggantungkan hidup pada orang tua. Kalau di Amerika Serikat saja anak pejabat tinggi bersedia bekerja sebagai pelayan restoran untuk menambah uang jajan, kenapa kebiasaan baik itu tidak ia tiru.Toh bekerja adalah sebuah rahmat Tuhan, pikir Bima.
Bima menganbil air wudhu. Airnya sangat dingin. Ia membasuh wajahnya, lalu tangannya dan kakinya. Bima merasakan kesejukan air yang dingin. Bima makin mengangumi kekuasaan Tuhan. Air wudhu selalu membuatnya teringat kepada Maha Pencipta. Usai wudhu ia mengambil sarung, sajadah. Ia melakukan shalat subuh dengan khusu.
Tak terasa jam telah menunjukkan pukul 06.30. Bima membuat sarapan berupa mie rebus dan telur. Usai sarapan Ia mengunci kamar kosnya dengan gembok berwarna kuning emas. Bima berangkat ke tempat kerja berjalan kaki. Pagi-pagi ia sudah berjalan ke tempat kerjanya di Pujasera Panbil. Ia sengaja tidak naik kendaraan angkutan umum atau naik ojek karena menghemat pengeluaran. Berjalan ke tempat kerja yang di tempuh sejauh kurang lebih satu kilometer justru membuatnya makin kuat karena lemak di perutnya terbakar.
Bima baru naik motor saat pulang dari tempat kerja kalau ada tumpangan dari teman-teman kerjanya yang berbaik hati.
Pagi itu saat pujasera telah terbuka. Ia melakukan tugas-tugasnya dengan baik. Bima tidak risih menjalankan pekerjaan menyapu, mengepel, cuci piring, membuang sampah.
Tiga bulan berlalu. Semua berjalan dengan lancar. Bima ingat kembali tujuan utamanya ke Batam, ingin berkarir di perusahaan asing. Bima ingin mengmpulkan uang untuk modal usaha nanti. Ia memasang target bekerja di perusahaan asing selama lima tahun. Setelah itu ia akan membuka usaha sendiri.
Sambil menjalankan kesibukannya sebagai pelayan di pujasera. Ia memasukkan lamaran ke sejumlah perusahaan di Kawasan Industri Muka Kuning, Kawasan Industri Panbil, Kawasan Industri Sekupang, Kawasan Industri Tanjung Uncang. Hanya saja setelah puluhan surat lamaran di kirim melalui kantor pos tak satu pun yang mendapat panggilan wawancara. Sudah ratusan ribu uang habis dipakai untuk ongkos foto kopi ijasah, beli map, kertas, materai, pengurusan kartu kuning, KTP Batam dan Surat keterangan sehat, surat keterangan berkelakuan baik dari kepolisian. Sudah Bima lengkapi.
Hari itu jam telah menunjukkan pukul 12.45. Ada seorang pengunjung yang memesan makanan. Dengan sopan Bima menanyakan makanan yang dinginkan oleh sang pengunjung. Bima menyodorkan daftar menu. Bebera pengunjung pujasera sudah mulai beranjak dari kursinya. Dan kembali ke tempat kerja masing-masing.
Pengunjung yang satu ini adalah seorang wanita berumur sekitar 40 – an tahun. Pakaiannya rapi. Bersih dan wangi. Ia menunggu pesanan makanan yang kebetulan diantar oleh Bima. Sebelum menikmati pesanan yang telah datang, wanita itu menuju toilet.
Setelah kembali dari toilet dan bermaksud menikmati makananya ia baru ingat kalau sebelum ke toilet ia meletakkan dompet dan HP nya di Meja. Yang tersisa di atas meja hanya HP Nokia namun dompetnya sudah tidak ada.
Perempuan tersebut tidak jadi makan. Ia memperhatikan keseliling meja makan. Ia menuju meja kasir menanyakan dompetnya yang hilang. Orang-orang yang ada di pujasera angkat bahu. Pada saat itu Bima sudah tidak ada di tempat. Ia mengantarkan makanan ke langganan pegawai kantor di kantor pengembang yang berlokasi tak jauh pujasera.
Bima kembali dari mengantar pesanan makanan. Bima dipanggil oleh kasir. Bima tak paham kenapa ia dipanggil kasir yang sekaligus pemilik kios makan tempat Bima bekerja. Seorang perempuan yang tadi dilayani Bima berdiri menatap penuh curiga.
“Tadi saya menyimpan dompet dan HP di meja saat menuju toilet. Saat itu yang ada di sekitar meja tempat saya adalah anda” kata perempuan tersebut sembari menunjuk hidung Bima.
“Tolong kembalikan dompet saya kalau tidak saya akan lapor ke polisi.” Ibu tersebut mengancam.
Bima berusaha membela diri, “ Bukan saya yang mengambilnya, Bu.”
“Lalau siapa lagi kalau bukan dirimu. Pada saat itu tak ada orang lain selain anda di sekitar meja”
Bima berusaha mencari di sekitar meja makanan namun tidak menemukannya. Ibu tersebut meninggalkan pujasera. Wajahnya berkerut. Ia tidak meneruskan makan siangnya. Ia kembali ke tempat kerjanya. Sebuh mobil kijang Unser membawanya pergi. Udara panas. Debu halus berterbangan. Bima hanya memandang mobil yang melaju tersebut dengan tatapan bingung.
Esoknya Bima dipanggil oleh bos.
“Bima saya terpaksa memberhentikanmu. Silahkan cari kerja di tempat lain.” Kata pemilik warung makan.
“ Ini adalah gaji terakhirmu,”bos meyerakhan sebuah amplop berisi uang gaji sebulan.
Bima tak berani untuk menolak. Hany saja ia sangat sedih bukan karena diberhentikan bekerja tapi karena ia dituduh sebagai maling.
***********
Sejak diberhentikan dari tempat kerja lama. Bima banting stir menjadi penjual Koran. Ia tak mau larut dengan pengalaman pahit yang ia terima. Bima tak merasa bersalah dengan peristiwa pemecatan terhadap dirinya. Bima mengambil hikmah positif di balik peristiwa tersebut.
Berjualan Koran ternyata mengasikkan bagi Bima. Ia bisa mengakses informasi setiap hari secara gratis. Hanya saja kulitnya makin hari makin gosong kena terik matahari. Ia memilih berjualan di simpang lampu merah Panbil. Ia mudah ditemui di sekitar lampu merah Panbil. Ia biasa memakai topi merah kalau sedang berjualan.
Keuntungan menjual Koran lumayan dibanding menjadi pelayan rumah makan. Hanya saja pada saat hujan, pemasukan yang ia terima agak sedikit.
Dua bulan berjalan tak terasa Bima jalani sebagai penjual koran, ia kembali teringat pada cita-citanya untuk bekerja di perusahaan asing. Disela-sela kesibukannya menjual Koran. Ia menyempatkan diri memasukkan lamaran kerja.
Pada hari Sabtu. Bima pulang lebih awal. Jualannya cepat habis. Begitu sampai di rumah kontrakannya. Ia diberi tahu tetangga rumah. Tetangga tersebut memberinya sebuah amplop warna putih. Dari salah satu perusahaan asing di Batam.
Bima sangat girang. Ia menerima surat panggilan wawancara. Malam harinya ia melakukan persiapkan. Ia sibuk mencari artikel dari surat kabar bekas tentang cara menghadapi wawancara. Bima berlatih seolah-olah dirinya sedang menghadapi manajer personalia yang malakukan wawancara penerimaan pegawai.
Bima juga memikirkan pakaian yang akan dipakai saat mengikuti rangkaian tes penerimaan pegawai nanti. Ia akan berupaya tampil sebaik mungkin. Beruntung Bima mempunyai satu pakaian lengan panjang warna Biru. Dan celana panjang hitam yang kondisinya masih bagus. Ia sengaja menyimpan barang tersebut hanya untuk menghadapi tes penerimaan pegawai.
Pakaian lain yang ia miliki sudah mulai kelihatan usang. Selain menyiapkan pakaian yang akan dipakai Senin depan, Bima juga mempelajari buku psikotest. Bima tak ingin menyia-nyiakan kesempatan langka tersebut. Setelah delapan bulan di Batam, panggilan wawancara inilah yang pertama dari sekilan surat lamaran yang ia kirim. Bima juga berdoa dan melakukan shalat tahajjud.
Hari Senin adalah hari yang sangat penting bagi Bima. Hari itu ia tak berjualan Koran. Ia mengharap keberuntungan sudah mulai dibuka oleh Allah. Bima sangat percaya kalau dirinya akan diterima bekerja di perusahaan asing.
Pukul 07.30. Bima sudah berada di pos security. Ia menunjukkan surat panggilan wawancara kerja ke petugas security yang berada di pos. Bima dipersilahkan menuju loby kantor. Salah seorang security mencatat data Bima dan meminta KTP untuk disimpan di pos security. Tak lama kemudian setelah urusahn dengan pihak security beres. Bima melangkah ke ruang loby.
Di ruang loby sudah ada delapan orang yang juga akan mengikuti tes penerimaan pegawai. Ada tiga perempuan dan lima orang laki-laki. Para kandidat pegawai tersebut tampak berpakaian rapi. Ada yang sibuk ber SMS. Ada yang duduk diam dan ada juga yang membaca Koran lokal.
Pukul 08.30 salah seorang staf personlia memanggil seluruh kandidat pekerja untuk memasuki ruang tes. Peserta mendapat pengarahan singkat sebelum tes dilakukan. Masing-masing peserta menerima lembaran soal. Waktu untuk mengerjakan soal disediakan satu jam. Usai mengerjakan soal, kandidiat pekerja diminta untuk mengisi lembaran tentang identitas diri.
Hasil tes diumumkan pada hari itu juga. Meloloskan empat kandidat pekerja ke tahapan berikutnya. Bima adalah salah satu diantara delapan kandidat pekerja yang dinyatakan lulus tes tertulis.
Bima diminata datang lagi besok untuk sesi wawancara. Pada sesi wawancara Bima kembali mujur. Hanya ada dua orang yang lolos seleksi. Sesi ketiga sebelum penentuan karyawan yang akan diterima tinggal dua orang saja. Yakni Bima dan Rohim.
Hari ketiga adalah penentuan gaji. Bima tidak memepersoalkan gaji yng diterima karena ini adalah pengalaman pertama kali jika ia diterima bekerja di perusahaan asing. Bima juga maklum akan dirinya yang masih fresh gradauted sehingga ia tidak terlalu mempersoalkan gaji. Posisi yang akan diduduki adalah Executif Junior Admin.
Pada hari ketiga Bima diwawancarai dua orang. Salah satu yang mewawancari Bima adalah orang yang sangat ia kenal. Pewawancara tersebut adalah orang yang beberapa bulan sebelumnya menuduhnya mencuri dompet saat Bima bekerja di pujasera.
Ibu itu bernama Ibu Jeni. Setelah sesi wawancara dan penentuan gaji, Ibu Jeni yang pada awalnya tidak ingat akhirnya ingat pada Bima sebagai pekerja pujasera yang ia tuduh mencuri dompetnya.
Ibu Jeni menunjukkan muka tidak bersahabat dan mempercepat sesi wawancara. Entah mengapa sesi wawancara berlangsung sangat singkat. Beberapa hari kemudian Bimamengharap ada berita panggilan kerja. Namun sia-sia Bima menunggu, Bima tidak mendapat berita lagi dari perusahaan tempat ia melamar. Staf Ibu Jeni hanya mengatakan bahwa hasil tes akan diberitahukan melalui telpon atau surat.
Sebulan berlalu, berita panggilan tidak kunjung datang. Bima terus berdoa semoga dirinya dapat panggilan kerja. Karena pada saat tes tertulis dan wawancara Bima merasa telah melakukan dengan baik. Apa yang salah dengan diriku ya Tuhan, bisik Bima sembari meneteskan air mata. Apakaha Ibu Jeni memperlakukan diriku seperti ini karena menganggap aku sebagai pencuri dompetnya, Bima berbicara dengan dirinya sendiri.
Bima kembali menekuni profesi lamanya sebagai penjual koran di simpang lampu merah Panbil. Ia tak menyerah. Ia tetap mengirimkan lamaran kerja ke beberapa perusahaan. Namun sudah puluhan berkas lamaran belum juga ada yang nyangkut.
Batam memang kejam pikir Bima. Lulusan sarjana yang nol pengalaman belum menjadi jaminan diterima bekerja. Kata orang, Batam adalah singkatan dari Bila Anda Tiba Anda Akan Merana. Bima berpikir singkatan itu benar juga. Makanaya kalau dihubungkan dengan dirinya yang masih fresh graduated dari sebuah university masih dianggap belum punya nilai jual.
Bima tak berputus asa. Ia mendengar dari teman-temannya yang lain sesama pencari kerja bahwa tidak hanya lulusan strata satu saja yang sulit kerja di Batam, lulusan strata dua pun mengalaminya.
******
Hari yang terik. Jam menunjukkan pukul 14.00. Kota Batam di siang hari terasa sangat panas. Bima kehausan. Ia menyimpan Koran dagangannya di dekat pohon akasia. Ia lalu menyebrang ke jalan mencari penjual buah dan minuman dingin. Entah kenapa siang itu Bima sangat kehausan. Pikirannya tertuju pada buah segar yang didinginkan dalam kotak kaca yang biasa dijajakan pedagang keliling yang menggunakan sepeda motor. Siang itu pedagang keliling buah segar tersebut mangkal di simpang Panbil.
Bima mengeluarkan uang dua ribuk perak yang sudah lusuh. Ia menukar uangnya dengan sebungkus teh obeng dan sebungkus buah segar. Bima lalu mencari tempat yang teduh untuk menikmati teh obeng dan buah segar tersebut. Ia memilih sebuah tempat yang tak jauh dari pos polisi.
Ketika sedang asyik menikmati teh obeng sebuah motor RX king melaju lalu menabrak sedan toyota Camri. Dalam hitungan waktu yang sangat cepat pemilik mobil Camri mengentikan mobilnya dan menemui si penabrak. Begitu si pengendara mobil Camri mendekati pemilik motor RX king, langsung disambut denga todongan pisau. Pemilik mobil yang kebetulan expatriat asal Jepang tersebut hanya pasrah dan menyerahkan dompet serta Hp miliknya.
Melihat peristiwa itu secara spontan Bima meletakkan buah yang ia makan. Dengan refleks ia membantu si Jepang. Saat penodong bermaksud melarikan motornya, Bima menendang pengendara motor tersebut hingga jatuh. Tak lama kemudian beberapa sopir dan pedagang kaki lima yang berada di sekitar lokasi ikut membantu Bima. Penodong tersebut jadi sasaran kemarahan warga. Penodong dibawa ke kantor polisi. Bima ikut ke kantor polisi untuk memberikan penjelasan. Sedangkan expatriat Jepang buru-buru melanjutkan perjalanan pelabuhan fery internasional karena akan mengikuti meeting penting di Singapura.
******
Jam di pergelangan tangan Bima menunjukkan pukul 22.00. Matanya sangat berat. Ia ngantuk sekali. Perasaan Bima tak enak. Ia gelisah. Ia berusaha membuang jauh-jauh perasaan buruk yang menerpa dirinya. Ia memohon kepada Tuhan agar diberi ketenangan.
Semakin berusaha untuk melepaskan perasaan tak enak dalam dirinya. Perasaan itu terus-menerus membisik hatinya. Adakah sesuatu yang akan terjadi pada dirinya. Seperti pengalaman-pengalaman sebelumnya. Kalau ia mengalami hal yang sama meski ia sudah memohon perlindungan sama Yang Kuasa biasanya akan terjadi sesuatu yang buruk pada dirinya. Seperti signal peringatan dini.
Tak lama kemudian. Ada yang mengetuk pintu kamar kosnya. Orang yang mengetuk pintu tidak mengucapkan salam dan menyebutkan nama. Suara ketukan tersebut makin keras. Dinding kamar kos Bima ikut bergoyang. Hiasan dinding yang ada di balik pintu kamar jatuh ke lantai. Orang yang berada di luar kamarnya berteriak meminta Bima keluar. Orang tersebut tidak mengucapkan salam sama sekali. Siapakah gerangan tamu yang datang malam-malam ke rumah saya, pikir Bima.
Bima bergegas membuka pintu dan mempersilahkan tamu asing tersebut masuk ke dalam kamar. Ada aroma alkohol menyembur dari mulut tamu asing tersebut.
Tamu asing tersebut memakai jeans belel. Tinggi 170 centi meter. Memakai jaket kulit warna hitam. Bibirnya hitam. Matanya merah. Mukanya berjerawat.
“Hei kamu yang bernama Bima ya!’ kata tamu asing
“Ya betul.”
“Kamu jangan sok pahlawan ya.”
“Maksud anda !”
“Kamu masih mau hidup nggak.”
“Masih. Ada apa yaBang.”
Tamu asing itu melayangkan tinjunya ke muka Bima. Bima yang tak menyangka serangan tiba-tiba tersebut terlambat menghindar. Sebuah pukulan telak mendarat di mulut Bima.
Mulut Bima terasa panas. Ada darah segar yang keluar dari mulutnya.
“Ampun …. Ampun… apa salah saya. Saya tidak kenal anda. Kenapa anda memukul saya!” Bima memohon.
“Nama saya Buyung. Saya kenal kamu, kamu adalah penjual Koran yang menyerang kawan saya beberapa hari yang lalu di Simpang Panbil. Mereka adalah anak buah saya.” Kata Buyung.
Bima membiarkan darah yang menetes di bibirnya. Bima tak berani melawan. Ia sadar berada dalam kondisi berbahaya. Ia berpikir cara meloloskan diri. Takut kalau pimpinan preman itu berbuat lebih jauh terhadap dirinya.”
Tak lama kemudian, tetangga sebelah kamar kos Bima datang. Mendengar ada yang datang Buyung menarik lengan baju Bima sambil mengancam, “Awas! Lain kali saya akan membuat perhitungan denganmu. Kali ini saya lepaskan.”
Bima sulit bernafas karena kerah bajunya dipegang sangat keras oleh Buyung. Setelah melapaskan kerah baju Bima, Buyung menepuk pipi Bima lalu meninggalkan kamar Bima yang berceceran darah.
Di ruang tamu, Buyung berpapasan dengan rekan tetangga kos Bima saat meninggalkan ruangan Bima. Tetangga Kos Bima adalah seorang security. Ia baru pulang. Berbadan besar dan cukup disegani di lingkungannya. Namanya Ruben. Buyung buru-buru meninggalkan kamar Bima kerena mendengar ada suara orang masuk rumah.
Ruben tidak tahu kalau Bima berada dalam kondisi tragis. Ruben tak tahu kalau tamu yang baru pulang tadi baru saja melakukan pengeroyokan terhadap Bima. Ruben menghampiri kamar kos Bima. Ruben terperanjat kaget ketika melihat kondisi Bima yang sempoyongan. Buru-buru Ruben mengambil kain lap lalu membersihkan darah yang keluar dari bibir Bima.
“Untung kamu tidak dihabisinya. Biasanya Buyung sangat kejam pada orang yang dimusuhinya.” Kata Ruben. Rupanya Ruben banyak tahu sepak terjang Buyung.
“Lain kali kamu lebih hati-hati terhadap orang lain.” Nasehat Ruben.
Bima mengangguk setuju.
“Buyung adalah pimpinan kelompok pemuda di Batam. Pengikutnya banyak. Dalam menyelesaikan masalah dengan pihak lawan ia sangat berani.
Akhirnya Ruben tahu juga latar belakang terjadinya pemukulan terhadap dirinya. Itu semua berawal saat menolong orang Jepang yang ditodong di simpangPpanbil beberapa hari lalu. Saat itu Bima berhasil menggagalkan penodongan tersebut. Sang penodong rupanya adalah anak buah Buyung.
*******
Bima mengemas barang-barangnya. Ia memilih pidah tempat kontrakan. Ia berencana memilih tempat kos yang berada di dekat masjid, Meski agak mahal biaya kosnya di banding di ruli, Bima memutuskan yang terbaik buat keamannya. Hidup hemat tapi kemanan terancam justru lebih mahal nilaianya menurut Bima.
Barang – barang Bima yang dimasukkan ke dalam kardus tidak banyak. Hartanya hanya pakaian, dokumen penting seperti ijasah dan sertifikat pelatihan. Yang paling banyak adalah buku. Ada dua kardus berisi buku.
Sebelum meninggalkan kamar kosnya yang ditinggali sekitar sembilan bulan. Bima berpamitan sama Ruben. Bima memberikan alamat barunya ke Ruben dan pemilik rumah kos kalau-kalau di kemudian hari ada orang yang mencarinya.
Di tempat kosnya yang baru terletak tak jauh dari masjid Al-Mujahidin GMP Tanjung Piayu. Bima sangat senang tinggal di tempat kosnya sekarang karena aksesnya ke masjid sangat dekat sehingga memudahkan dirinya menjalankan ibadah shalat berjamaah.
Kini Bima tidak lagi berjualan koran di simpang Panbil. Bima sudah punya lapak penjualan. Bima menjual aneka surat kabar, majalah, tabloid, poster dan jualan pulsa.
Saat Bima pindah kos. Ia tidak lagi ngoyo dalam bekerja.
Bima makin optimis menjalani hari-harinya. Ia semakin semangat menjalani kegiatan ibadah shalat lima kali sehari, shalat tahajud, zikir dan shodaqoh. Bima sangat yakin bahwa Tuhan tidak akan meninggalkannya.
Meski usaha jualan Koran dan majalah yang ia lakukan masih dalam skala kecil. Tapi setiap hari dagangannya cepat laku. Bima mencoba menabung. Bima ingin secepatnya mengumpulkan uang. Ia ingin mengambil kursus-kursus bahasa Inggris dan bahasa Jepang. Ia sadar saingannya untuk mendapatkan pekerjaan di Batam untuk posisi eksekutif ternyata tidak mudah.
Setelah uangnya cukup. Bima mencoba mengambil kursus bahasa Inggris di Putra Batam. Ia membawa tabungannya sebanyak Rp 400.000. ia mengharap uang tersebut cukup untuk biaya kursus bahasa Iggris atau bahasa Jepang.
Saat ia turun dari mobil angkot dan bersiap-siap memasuki gedung Putra Batam di Batu Aji, Bima dicegat seorang ibu yang terlihat sangat sedih. “Tolonglah saya nak, saya membutuhkan uang untuk pengobatan anak saya di rumah sakit. Uang saya tidak cukup untuk membayar biaya rumah sakit. Apakah Ananda biaa membantu saya!” pinta ibu tua tersebut.
Bima yang sudah berniat mendaftar untuk mengambil kursus bahasa asing kasihan pada ibu tersebut. Ia jadi ingat bagaimana dulu saat kos di ruli dibantu oleh Ruben. Ia merasakan sakitnya penderitaan ibu tersebut.
Bima akhirnya meminjamkan uangnya untuk dipakai biaya berobat. Ibu itu berjanji akan mengembalikannya kalau uangnya sudah cukup. Ibu itu meminta alamat Bima.
Bima akhirnya memilih pulang ke rumah. Ia kembali menjalani rutinitasnya berjualan Koran dan majalah. Alhamdudillah jualannya cepat habis.
Memasuki bulan Desember. Bima ingin ganti profesi. Biasanya kalau memasuki bulan Desember banyak hujan turun, kalau hujan sering turun, korannya kurang laku. Karena itulah Bima mencoba usaha jualan yang lain.
Pilihannya adalah berjualan gorengan. Bima bimbang karena tabungannya tidak cukup untuk membayar sewa kontrakan untuk bulan Desember.
Kondisi keuangan Bima tidak mendukung untuk jualan gorengan, meski hanya berjualan gorengan tetap membutuhkn alat Bantu masak dan modal produksi. Bima teringat Ruben sahabatny saat kos di ruli. Bima berencana menemui Ruben untuk pinjam modal.
Ketika ia bermaksud meninggalkan rumah kontrakannya. Ia didatangi dua tamu bersama seorang polisi. Bima memeperhatikan tamunya dalam-dalam. Rasanya saya pernah ketemu dengan salah satu tamu tersebut, pikir Bima dalam hati.
Pikirannya langsung tertuju saat menjadi pelayan warung di pujasera dan saat wawancara kerja dulu. Tak salah lagi, perempuan ini adalah Ibu Jeni. Kenapa ia mencariku ya, batin Bima. Sejumlah pertanyaan berkecamuk dalam pikiran Bima. Bima jadi takut. Ia tak mau menemui tamu tersebut.
Pikirannya jadi negatif. Ia takut ditangkap sebagai pencuri. Mungkin Ibu Jeni sudah melapor polisi dan bermaksud untuk menangkapku. Bima berusaha untuk lari. Tapi buru-buru ia ditangkap oleh polisi yang menemani Ibu Jeni.
“Selamat siang Bima.” kata Ibu Jeni
“Pagi,” kata Bima. Jantungnya berdetak kencang.
“Masih ingat saya kan,” kata ibu Jeni bersahabat.
“Ya, Ibu adalah Manager personalia itu kan?” ucap Bima.
Ibu Jeni mengangguk.
“Panjang ceritanya kenapa kami mencarimu hingga ke mari di sini. Kamu jangan berpikir negatif terhadap kami. Saya tidak bermaksud menangkap kamu karena kehilangan dompet itu. Saya sangat menyesal telah berprasangka buruk padamu. Terus terang kami sudah mencari anda kemana-mana. Bos saya Tuan Takada memerintahkan saya untuk menemukan orang yang menolongnya. Orang itu seorang penjul Koran di Simpang Panbill. Ciri-ciri penjual Koran itu tinggi 170 centi meter. Ternyata pemuda berbaik hati itu adalah kamu Bima. Kamu telah menyelamatkan nyawa bos kami. Kami mencari dirimu ke mana-mana. Saat kami ke ruli dekat tower Muka Kuning, kami diberitahu seorang security kalau alamatmu ada di sekitar masjid Al Mujahidin.” Kata Ibu Jeni.
Bima mendengarkan penjelasan Ibu Jeni sambil mempersilahkan tamunya masuk.
”Silahkan masuk ke rumah kos kami. Lebih baik kalau kita bicara di dalam” ajak Bima. Tamu tersebut masuk dan duduk lesehan di ruang tamu. Bima tidak mempunyai kursi tamu. Tamu biasanya hanya duduk lesehan beralaskan tikar plastik. Di pojok ruang tamu menumpuk koran dan majalah yang belum laku terjual.
“Kami hanya mau minta tolong agar saudara Bima mau menerima uang terima kasih dari bos kami. Selain uang, bos kami juga mengharap anda bergabung dengan perusahaan kami. Ia sangat membutuhkan karyawan yang pemberani dan baik hati.” Kata Ibu Jeni.
Bima seolah tak percaya dengan pandangan di depan matanya. Apakah saya bermimpi, Bima mencubit lenganya. Tidak saya tidak bermimpi, pikir Bima.
”Kami mohon saudara Bima menerima pemberian Tuan Takada,” harap Ibu Jeni.
Bima akhirnya menerima amplop dari Ibu Jeni. Bima berbahagia karena mendapat uang dan panggilan bekerja. Ia tidak menyangka justru pada kondisi terjepit malah mendapatkan pekerjaan di perusahaan asing yang ia idam-idamkan.
Tak lama kemudian Ibu Jeni pamit pulang dan berpesan ke Bima agar Senin depan menemuinya di kantor untuk mendapatkan pengarahan jobdes sebelum menjalankan pekerjaannya nanti.
Bima sangat senang. Ia mengucapkan syukur kepada Maha Pencipta. Ketika Ibu Jeni sudah jauh. Bima membuka amplop tadi. Mata Bima bersinar terang karena jumlahnya sangat banyak. Uang terimakasih itu berjumlah sepuluh juta rupiah. Bima lagi-lagi mengucapkan puji syukur pada Allah Yang maha menolong. Ia bersujud syukur sambil menangis. Tak henti-hentinya ia mencium uang itu. Ia tak menyangka mendapat panggilan kerja dan uang banyak.
Ah hidup ini memang indah. Terima kasih ya Allah, bisik hati Bima.
Batam, November 2007.
Penulis M. Rusli adalah anggota FLP Batamindo.
ini ceritanya seperti kenyataan saja pak, apa benar
Tulisan ini hanya fiksi. Thanks atas komentarnya
lLumayan,tapi agk mononton ceritanya.
Kurang dialoknya,yapi saya belum baca semua masih BIMA aja.
Maju terus pa…………k
Banyak ilmu yang bisa di ambil dari artikel nya,terus berkarya ya,semoga sukses selalu,salam dari kami : http://jualbelibarangbekas73.blogspot.com/