Bisakah pengeluaran dikelola ? jawabnya bisa ya bisa tidak. Bagi masyarakat miskin yang jumlahnya 41 juta jiwa, mengelola pengeluaran adalah pilihan mutlak.
Bagaimana dengan rakyat menengah ke atas. Masikah hidup hedonis dan konsumtif. Kalau jalan jalan ke Mall dan terlihat pembeli masih ramai pengunjung restoran masih padat, maka jawabnya masih. Toh yang mengunjungi mall dan restoran mewah adalah kaum menengah ke atas. Kaum berada seolah tidak tersentuh dengan krisis. Meski saat ini pemadaman listrik dilakukan secara bergilir, kehidupan kaum berada masih terjebak dalam status quo. Tak rela meninggalkan kebiasaan lama. Boros memakai air, boros memakai listrik, aktif menggunakan barang bermerek. Kaum berada Bangsa Indonesia masih melihat kepemilikan barang sebagai kebanggan.
Kaum berada tak ingin kepanasan di rumah. AC dihidupkan 24 jam. ketika llistrik dipadamkan secara bergilir, mereka masih bisa menggunakan genset.
Kaum berada tidak melakukan empati terhadap kaum miskin. Kalau ada bagi bagi sembako ke masyarakat itupun hanya dilakukan oleh pendekar politik yang berusaha meraih simpati rakyat menjelang pemilu 2009.
Perusahaan yang melakukan program CSR pun masih bisa dihitung dengan jari.
Jaman sekarang jarak anatara si kaya dan si miskin semakin tajam. Sangat kontraks di depan mata. Rumah mewah dan gubuk mudah ditemui. Orang yang makan di restoran mewah dan yang makan nasi aking mudah dijumpai. Pejabat menggelar jamuan di hotel, sedangkan rakyat miskin menderita busung lapar dan perlahan-lahan mati kelaparan.
Hem. Apakah bangsa ini akan sejahtera kalau para pengusaha dan penguasa masih dalam pola hidup lama (paradigma lama)? Yakni hidup mendewakan kemewahan.
Bisa jadi sang pejabat dan pengusaha berkata, wajar dong saya punya uang dan berhak atas perlakukan istimewa. Ya, tidak ada yang melarang. Ingat bung ini adalah negara demokrasi bukan negara sosialis, barangkali begitu yang dipikirkan para pejabat dan pengusaha. Mudah kan. Betul. tapi, kita juga harus sadar bahwa bumi yang kita pijak ini adalah negara Pancasila yang mengandung nilai-nilai yang luhur.
*****
Mewah adalah artinya serba banyak, berlebih-lebih, serba indah, elok. Hidup mewah adalah hidup dengan makanan dan barang-barang yang serba banyak dan elok.
Pejabat yang hidup mewah adalah pejabat yang hidup dengan makanan dan barang-barang yang serba banyak dan elok.
Siapakah pejabat dan pengusaha yang hidup mewah? mereka yang memiliki barang yang berlebih, indah dan elok. Hidup berlebih adalah lawan dari kekurangan. Rakyat miskin adalah orang yang hidup kekurangan barang-barang, kekurangan makanan.
Bisakah Pejabat atau Pengusaha Hidup Sederhana? Bisa kalau mereka mau. tidak mudah kok hidup sederhana.
Mari kita belajar dari Nabi Muhammad SAW tentang kesederhanaannya.
Ketika Islam telah memiliki pengaruh yang sedemikian kuat dan disegani, dan ketika para raja-raja di Romawi bergelimang harta, maka Rasulullah masih saja tidur beralaskan tikar di rumahnya yang sederhana. Kalau ada pakaian yang koyak, Rasulullah menambalnya sendiri, tidak menyuruh isterinya. Beliau juga memerah sendiri susu kambing, untuk keperluan keluarga maupun untuk dijual.
Setiap kali pulang ke rumah, bila dilihat tiada makanan yang siap untuk dimakan, sambil tersenyum baginda menyingsing lengan bajunya untuk membantu isterinya di dapur. Sayidatina ‘Aisyah menceritakan: ”Kalau Nabi berada di rumah, beliau selalu membantu urusan rumah tangga.”
Jika mendengar adzan, beliau cepat-cepat berangkat ke masjid, dan cepat-cepat pulang kembali sesudah selesai sholat. Pernah baginda pulang pada waktu pagi. Tentulah baginda amat lapar waktu itu. Tetapi dilihatnya tiada apa pun yang ada untuk sarapan. Yang mentah pun tidak ada karena Sayidatina ‘Aisyah belum ke pasar. Maka Nabi bertanya, “Belum ada sarapan ya Khumaira?” (Khumaira adalah panggilan mesra untuk Sayidatina ‘Aisyah yang berarti ‘Wahai yang kemerah-merahan’). Aisyah menjawab dengan agak serba salah, “Belum ada apa-apa wahai Rasulullah.” Rasulullah lantas berkata, ”Kalau begitu aku puasa saja hari ini.” tanpa sedikit tergambar rasa kesal di wajahnya. Ini sesuai dengan sabda beliau, “sebaik-baik lelaki adalah yang paling baik dan lemah lembut terhadap isterinya.” Prihatin, sabar dan tawadhu’nya baginda SAW sebagai kepala keluarga.
Pada suatu ketika baginda menjadi imam solat. Dilihat oleh para sahabat, pergerakan baginda antara satu rukun ke satu rukun yang lain amat sukar sekali. Dan mereka mendengar bunyi menggerutup seolah-olah sendi-sendi pada tubuh baginda yang mulia itu bergeser antara satu sama lain. Sayidina Umar yang tidak tahan melihat keadaan baginda itu langsung bertanya setelah selesai sholat :
“Ya Rasulullah, kami melihat seolah-olah tuan menanggung penderitaan yang amat berat, tuan sakitkah ya Rasulullah?”
“Tidak, ya Umar. Alhamdulillah, aku sehat dan segar”
“Ya Rasulullah… mengapa setiap kali tuan menggerakkan tubuh, kami mendengar seolah-olah sendi bergesekan di tubuh tuan? Kami yakin engkau sedang sakit…” desak Umar penuh cemas.
Akhirnya Rasulullah mengangkat jubahnya. Para sahabat amat terkejut. Perut baginda yang kempis, kelihatan dililiti sehelai kain yang berisi batu kerikil, buat menahan rasa lapar. Batu-batu kecil itulah yang menimbulkan bunyi-bunyi halus setiap kali bergeraknya tubuh baginda.
“Ya Rasulullah! Adakah bila tuan menyatakan lapar dan tidak punya makanan, kami tidak akan mendapatkannya buat tuan?”
Lalu baginda menjawab dengan lembut,
”Tidak para sahabatku. Aku tahu, apa pun akan engkau korbankan demi Rasulmu. Tetapi apakah akan aku jawab di hadapan ALLAH nanti, apabila aku sebagai pemimpin, menjadi beban kepada umatnya?” “Biarlah kelaparan ini sebagai hadiah ALLAH buatku, agar umatku kelak tidak ada yang kelaparan di dunia ini lebih-lebih lagi tiada yang kelaparan di Akhirat kelak.”