Dulu ketika Batam dijadikan sebagai Kawasan Industri high tech Otoritas Pulau Batam dan Pemerintah Pusat memiliki visi yang sangat bagus, yakni menjadikan Pulau Batam sebagai kota industri modern dan membangun pekerja yang handal.
Ketika itu daerah industri yang berkembang baru PT Mc Dermot yang terletak di daerah Batu Ampar. Kawasan Industri Batamindo menyusul kemudian. Sistem yang diterapkan di Kawasan Industri Batamidno adalah perekrutan pekerja dari daerah luar Pulau Batam melalui sistem AKAD (Antar Kerja Antar Daerah).
Dulu Batam memang derah kepulauan yang boleh dikata tidak dilirik orang untuk dijadikan sebagai tempat tujuan bekerja. Sejak Kawasan Industri batamindo dikembangkan, publikasi tentang Batam pun merebak melalui media massa cetak dan elektronik. Puluhan ribu pekerja diterbangkan ke Batam dan seterusnya dipekerjakan di Kawasan Industri Batamindo. Sistem AKAD adalah solusi untuk mengatasi SDM. Karena Pemerintah dan Pengusaha saja tidak akan berhasil tanpa adanya pekerja untuk membangun hubungan Industri Pancasila yang harmonis.
Itulah alasan kenapa warga Batam mayoritas dihuni oleh warga pendatang.
Saat itu misi pengiriman tenaga kerja melalui program AKAD adalah untuk memberikan kesempatan kerja yang merata kepada seluruh lulusan sekolah di tanah air. Karena itulah rekrutan berasal dari berbagai daerah mulai dari Sumatra, Jawa, Kalimnatan, Sulawesi.
Ada tujuan mulia dibalik program AKAD tersebut yakni memberikan kesempatan bekerja kepada lulusan sekolah di perusahaan asing dan diharapkan setelah habis kontrak para pekerja program AKAD tersebut kembali lagi ke kampung halaman mereka untuk membangun kampung halaman mereka masing-masing.
Apa yang terjadi. Sistem AKAD mulai di batasi. Kini dengan kebijakan baru pemerintah daerah, program AKAD mulai dibatasi melalui quota. Solusinya para user akhirnya mencari pengganti program AKAD dengan memilih pekerja lokal (padahal pekerja lokal ini juga adalah pendatang dari luar Pulau Batam). Pekerja lokal ini lalu direkrut juga dengan sistem kontrak cuma namanya berbeda, yakni outsourching. So, karena direkrutsecara lokal maka user tidak punya kewajiban untuk memulangkan pekerja ini ke kampung halaman karena pekerja tersebut tidak direkrut berdasarkan program AKAD. Kalau program AKAD pekerja yang direkrut saat habis kontrak wajib dipulangkan ke kampung halaman mereka oleh perusahaan bersangkutan.
Kini masalah juga muncul terhadap pekerja dengan sistem outsourching karena tidak ada kewajiban pengusaha untuk memulangkan ke kampung halaman akhirnya mereka menjadi beban pemerintah daerah.
Lalu apa solusi yang harus dilakukan. Serikat pekerja, serikat buruh berjuang keras untuk mensejahterahkan mereka melalui demontrasi ke DPRD atau Kantor Walikota serta kantor Dinas Tenaga Kerja setiap awal tahun ( menjelang kenaikan UMK).
Namun nyatanya perjuangan itu tidak mudah, Pemerintah seakan tidak berdaya ketika terjadi perselisihan antara wakil pekerja dan wakil pengusaha (saat melakukan perundingan UMK). Nyatanya tiap tahun demontrasi jalan terus alias pekerja merasa tidak pernah puas. Yang artinya sampai kapan pun pekerja akan terus menuntut kepada pemerintah dan pengusha agar UMK dinaikkan entah disesuaikan dengan KHL atau di atas KHL.
Sebagai pengamat perburuhan saya lalu berpikir, apakah cara yang seperti ini harus dilakukan tiap tahun dan menjadi tradisi. Sebuah tradisi yang menguras energi negatif ketiga pihak (pekerja dan pengusaha serta pemerintah). Setiap tahun tradisi itu berlangsung dan isi permasalahannya selalu sama. Hanya orangnya saja yang berbeda.
Apakah tidak ada solusi lain? Jawabnya ada. Penulis berpikir sistem kontrak akan terus ada karena hal itu adalah tuntutan perubahan. Karena sistem kontrak terus ada maka perlu ada solusi untuk membekali pekerja yang habis kontrak. Solusi itu adalah pembekalan kewirausahaan terhadap pekerja yang akan mengakhiri kontrak kerjanya.
Langkah itu kini diterapkan oleh PT Tunaskarya Indoswasta, karyawan yang akan habis kontrak dibekali pelatihan kewirausahaan, marketing dan sales. Mereka diberikan training (in haouse training) dan praktek. Saat kontrak berakhir mereka dapat memilih alternatif wirausaha sebagai solusi bila sang pekerja sudah bosan menjalani hari-harinya sebagai pekerja dengan status kontrak atau permanen.
Pelatihan kewirausahaan adalah sebuah solusi untuk membangun SDM Indonesia menjadi SDM yang tangguh. Untuk memajukan bangsa ini paling tidak jumlah pengusha yang ada di negeri ini sebesar 10 persen dari total penduduk Indonesia. Selamat bekerja.