Kalau mahasiswa belajar jurnalistik adalah biasa. Buruh belajar jurnalistik baru luar biasa. Minat buruh mempelajari jurnalistik ternyata cukup tinggi. Wahyu ketua pelaksana pelatihan mengatakan, saya pikir minat peserta pelatihan jurnalitik tidak besar ternyata yang mendaftar diluar perkiraan panitia dua hari sebelum pelatihan berlangsung. Wahyu adalah pengurus bidang kehumasan di SPMI PT PSECB.
Minggu 25 July 2009, hujan deras membasahi hampir seluruh wilayah Kota Batam. penulis keluar dari rumah. Jam di layar handphone Nokia menunjukkan pukul 07.30. Mata saya memandang ke arah langit. Awan masih menggantung di atas permukaan Tanjung Piayu. Tadi subuh hujan sungguh deras. Rumput di depan rumah basah. Daun mangga dan pisang juga masih basah. Tanah di pinggir jalan aspal terlihat basah. Air di selokan perumahan mengalir deras. Warnanya coklat. Ada sampah plastik yang menyembul ke permukaan. Seorang warga berusaha mendorong tumpukan sampah dengan potongan kayu.
Meski hujan gerimis, penulis bertekad untuk datang tepat waktu ke lokasi pelatihan jurnalitik. Sesuai janji dengan Mas Wahyu, pelatihan akan dimulai tepat waktu. Pukul 08.00. Perlahan-lahan penulis mengeluarkan motor Honda Supra X dari teras rumah yang berukuran 3 kali 2 meter. Penulis berhati-hati mengeluarkan motor tua berusia enam tahun dari teras rumah.
Teras rumah yang sempit bukan hanya berfungsi untuk menidurkan kuda besi penulis. Di teras ini juga tersimpan empat pot bunga, sebuah sepeda BMX warna biru, juga ada tersimpan sisa semen Bosowa setengah pakai, serta rak sepatu dan sendal memenuhi teras mungil tersebut. Meski sempit, penulis sudah refleks mengeluarkan dan memasukkan si kuda besi Supra X keluaran tahun 2003 setiap hari. Pada saat berangkat kerja dan menjelang tidur.
Pamit pada anak dan istri yang sedang mengandung enam bulan. Ada keihlasan terpancar dari mata istri melepas penulis menuju tempat kerja. Sebuah rutinitas yang sudah berlangsung lama. Ia selalu berdiri di pintu gerbang hingga supra X yang penulis kendarai berbelok dan hilang dari pandangannya. Penulis lalu meluncur menempuh jalan Tanjung Piayu menuju arah Muka Kuning. Hawa dingin masih terasa. Penulis melarikan si kuda besi pada kecepatan 60 kilometer per jam. Jalan aspal menuju arah Kukakuning belum semuanya mulus. Di beberapa tempat, seperti jalan dekat SMP 16 Sei Beduk, jalan dekat perumahan Bukit Sentosa rusak parah. Pemakai jalan harus berkonsentrasi karena jalan di daerah yang hancur ini. Jaraknya kurang lebih sejauh seratus meter.
Jalan berlubang, kerikil dan batu menjadi tantangan tersendiri bagi pemakai badan jalan. Sebagan besar mobil merayap pelan bagai siput. Namun ada juga beberapa pengendara mobil dan motor berlomba. Saling menyalip. Mengejar waktu ke tujuan masing-masing. Meski hari minggu, jalan poros Tanjung Piayu dan Muka Kuning tetap ramai. Sebagai kota industri yang mengandalkan pemasukan pajak dari warganya yang mayoritas buruh, hari minggu bagi Kota Batam tetap ramai. Tak beda dengan hari kerja lainnya. Karena ribuan pekerja tetap memilih untuk lembur. Lembur bagai pekerja buruh adalah ibarat air di musim kering. Sangat berarti demi menunjang dapur rumah tangga buruh. Meski Undang Undang Tenaga Kerja telah mengatur pembatasan lembur demi kesehatan buruh, toh mayoritas buruh menjadikan lembur di hari Minggu bagai bonus karena perhitungannya yang lebih tinggi di banding hari biasa.
Pukul 07.50 Supra X sudah sampai di parkir kantor PT. Tunaskarya Indoswasta. Penulis sengaja memarkir di sini karena aman. Jarak ke lokasi pelatihan juga dekat. Seratus meter. Tak lama kemudian penulis kembali menghubungi Wahyu untuk memastikan kesiapan panitia. Ternyata peserta belum pada datang. Alasan yang disampaikan Wahyu adalah klasik, hujan. Penulis tertawa dalam hati. Hari gini sikap reaktif masih dominan.
Berhubung peserta belum lengkap, penulis lalu mengajak dua rekan untuk sarapan di Panasera. Ada Aan dan Ridho. Penulis langsung menyambar mereka. Berjalan seratus metar dari PT. Tunaskarya Indoswasta menuju Panasera. Sesaat kemudian kami menghempaskan pantat ke kursi yang kokoh dan memesan makanan pada penjual yang aktif menawarkan dagangannya. Pilihan jatuh pada menu ayam penyet sebagai menu sarapan pagi plus teh O. Pembicaraan mengalir santai mulai dari masalah pelatihan hingga cuaca. Tak terasa makanan ludes. Perut kenyang. Aan dan Ridho lalu mengeluarkan rokok putih dari saku celannya. Asap mengepul. Menari di depan mata. Sebuah tarian yang indah namun membuat mata pedih.
Pukul 09.00 lewat 10 menit handphone berdering. Wahyu mengingatkan penulis bahwa peserta pelatihan jurnalitik sudah komplet. Ok, jawab saya kemudian. Penulis bergegas menuju gedung pelatihan milik PT PSECB di Lot 278. Melapor pada security perusahaan. Wahyu sudah menunggu di teras gedung. Security tampak ramah mempersilahkan penulis menuju ruang pelatihan. Sebagai perusahaan standar internasional penulis mengikuti tata cara yang berlaku. Demi menjaga kebersihan pabrik agar bebas debu, penulis melepas sepatu mengganti dengan sandal plastik yang sudah disedaiakan oleh perusahaan. Sepatu merek Makalolo warna hitam yang penulis pakai berpindah ke locker yang telah diberi nonor. Pakolo tersebut beristrahat di locker tamu nomor 40. Saya menyimpannya dengan hati-hati bagai meletakkan gelas dari kaca. Takut lecet.
Melangkah santai menuju lantai dua. Mata penulis melihat jalan yang tertib diberi line dan rambu untuk pejalan kaki. Ada alat pengisap debu berwarna biru yang menyerap debu dari sendal yang penulis pakai saat menaiki lantai dua. Sebuah meja panitia tersedia di depan ruang pelatihan. Di atas meja ada absen peserta. Lilis selaku panita pelalaksana menyambut penulis ramah. Ia menanyakan kabar. Peserta yag baru datang membubuhkan tanda tangannya pada form absen .
Di belakang meja pendaftaran tertata dengan rapi konsusmsi peserta. Ada dua wadah minum bertulis kopi dan teh. Gelas putih juga tersusun rapi. Di dalam ruangan yang bisa menampung seratus peserta telah diisi paserta pelatihan jurnalistik. Ada sebuah lemari buku isisnya penuh dengan manual pelatihan seperti kebijakan mutu perusahaan, produktivitas, dan manual pelatiha lainnya. Filosofi Matsusita terpasang di dinding dalam bingkai yang rapi.
Peserta pelatihan berasal dari berbagai departemen dan jenjang jabatan. Mereka belum saling kenal. Buruh di PT PSECB memang berjumlah besar. Mencapai 6000 an orang. Gedung manufacturingnya tidak hanya di Kawasan Industri Batamindo. Sebagaian karyawannya menjalankan aktifitas kerja di gedung manufacturing di Batam Center.Wajar bila sesama peserta masih tampak asing. Peserta duduk di kursi berdekatan dengan teman akrab masing-masing. Pagi-pagi begini sudah kaku, pipir penulis. Ah , ini harus dirubah.
Wahyu menyampaikan sambutan singkat. Wahyu mengatakan, pelatihan jurnalitisk merupakan agenda yang sudah lama direncanakan. Mengharap peserta dapat mengikuti rangkaian pelatihan dari pagi hingga malam. Materi jurnalistik terdiri dari terori dan praktek penulisan berita, artikel dan feature.
Seluruh peserta diminta berdiri oleh penulis. Membentuk lingkaran. Lalu peserta disuruh untuk berhitung. Peserta dibagi menjadi empat kelompok. Diteruskan dengan latihan yel-yel. Masing –masing kelompok melatih diri. Salah satu kelompok mengambil lirik lagu Tak Gendongnya Mbah Surip sebagai yel-yel. Ada tarian jenaka mengiringi group saat melakukan yel-yel. Beberapa peserta meninjukan kepalan tanganya ke udara di akhir yel yel. Yes …yes…. penuh semangat.
Metode belajar memadukan audio, visual dan kinestesik atau bergerak. Teori disampaikan pada awal materi lalu disertai praktek pembuatan berita. Diskusi kelompok berlangsung di sela-sela penjelasan teori. Saat praktek wawancara peserta ditugaskan mencari data ke luar ruangan. Ada yang datang ke Masjid Nurul Islam dan melakukan wawancara dengan pengurus masjid. Nurul salah seorang peserta meluncur ke Masjid Nurul Islam dan mendatangi Direktur DSNI. Sebuah wawancara mengalir lancar. Data terkumpul. Ada yang mewawancarai security perusahaan di ruang jaga. Ada peserta yang melakukan wawancara terhadap teman kerja mengenai kondisi tempat kerja.
Peserta yang membuat berita mengenai Remaja Masjid Kawasan Industri Batamindo mengangkat tentang jamaah yang menurun saat pengajian malam Minggu. Peserta yang menulis tentang security mengangkat berita tentang kesejahtaraan security dan system outsourching. Menurut nara sumber mereka kurang sejahtera. Peserta yang menulis tentang kegiatan di ruang kerja memilih tema berita fasilitas keselamatan kerja.
Acara praktek wawancara berlangsung pada sore hari. Usai wawancara diteruskan pembuatan berita oleh seluruh peserta. Peserta bebas menuangkan karya mereka. Ada yang menulis di atas kertas. Ada yang langsung di tulis menggunakan note book. Usai shalat magrib peserta mempresentasikan hasil kerja mereka. Terlihat usaha yang sungguh-sungguh dari peserta saat membuat berita. Semakin terlihat semangat peserta saat presentasi hasil kerja di depan kelas. Beberapa peserta juga sibuk mengabadikan aktivitas peserta dengan kamera. Blits kamera bersinar. Bagai kilat. Beberapa peserta yang masih sibuk meneruskan praktek menulis tidak peduli dengan kamera yang diarahkan ke wajah mereka.
Wahyu heran, tidak biasanya peserta pelatihan seserius seperti ini. Biasanya kalau waktu pelatihan telah memasuki jam tiga sore beberapa orang sudah mulai menghilang. Dan tidakkembali ke ruang training. Namun pelatihan jurnalistik kali ini peserta betah duduk mengikuti seluruh rangkaian pelatihan dari pagi hingga pukul 20.00.
Panitia akhirnya sepakat untuk meneruskan materi pelatihan pada Minggu berikutnya. Tepatnya pada tanggal 7 Agustus 2009. Langit di luar gedung PSECB Lot 278 mulai gelap. Lampu penerang jalan dan lampu kendaraan menjadi pemandangan yang mendominasi Kawasan Idustri Batamindo. Penulis mengemas buku, laptop ke dalam ransel Polo berwarna hitam. Jam di layar handphone menunjukkan pukul 20.10. penulis bergegas ke ruang meninggalkan PT PSECB setelah melapor ke security yang berjaga di pos. Penulis bergegas menuju parkir, menghidupkan mesin Honda Supra X. Sesaat kemudian melesat menuju Tanjung Piayu. Sampai di rumah disambut dingin oleh si Junior. Janjinya untuk ditemani ke Toko Buku Gramedia di BCS belum terlaksana.
*******
Hari Minggu 2 Agustus 2009 tiba. Pelatihan menulis dilanjutkan. Materi penulisan artikel diawali dengan pembahasan teori mulai dari pengertian ertikel, jenis artikel, kode etik penulisan artikel hingga anatomi artikel.
Diskusi berlangsung hangat. Penulis sampaikan pada peserta bahwa SPMI di PT PSECB sebetulnya bisa melakukan perjuangan dengan pendekatan yang soft untuk memperjuangkan program buruh. Melalui pikiran yang dituangkan dalam tulisan bisa menjangakau massa heterogen dan murah. Proses pembentukan opini akan semakin berkembang bagus bila ditanggapi oleh pihak lain. Melalui polemik tentunya. Adalah cita-cita yang bagus dikembangkan di dunia perburuhan. Karena polemik pada akhirnya mengkristal yang melahirkan sebuah kebenaran. Sebuah cita cita menjadikan media tulisan sebagai kekuatan berdemokrasi. Perjuangan yang diwarani kekerasan otot tidak selamanya lancar. Karena itu perlu ada alternatif lain.
Selama ini penulis amati, perjuangan buruh masih sederhana. Perjuangan yang keras, berat, berbiaya besar adalah pilihan yang masih dipakai oleh buruh. Perjuangan buruh akan tersorot media menjelang akhir tahun. Saat perundingan tripartit. Membahas upah minimum dan pasangannya KHM (Kebutuhan Hidup Minimum).
Perjuangan buruh seakan menjadi tradisi dari tahun ke tahun. Turun ke jalan berjuang untuk meningkatkan kesejehteraan. Tiap tahun tradisi itu berulang namun hasilnya belum maksimal. Padahal biaya yang harus dikeluarkan sungguh besar. Pada saat ribuah buruh turun ke kantor Walikota Batam , Kantor Disnaker Batam dan kantor DPRD. Terlihat massa yang menyemut. Di balik gerakan ini ada biaya yang besar yang harus dikeluarkan oleh panitia dan buruh. Ada biaya untuk sewa kendaraan bus, carry, biaya beli bensin bagi peserta yang berkonvoi motor, biaya konsumsi, biaya spanduk, biaya sound system. Biaya makin besar karena jam kerja hilang. Terkadang terjadi suasana tidak terkontrol dari peserta unjuk rasa seperti pengrusakan pintu gerbang, hingga adanya peserta unjuk rasa yang berdarah karena bentrok langsung dengan pihak keamanan. Biayanya sangat besar. Padahal aktivitas mereka hanya diliput sesaat di media massa. Liputan yang bisa jadi sudah diedit demi sebuah kepentingan bernama ’stabilitas’. Dan pada akhirnya yang terjadi pengusaha tetap menang. Peningkatan kesejahtaraan yang masih dilambangkan dalam bentuk upah minimum bergerak sangat lambat seperti siput. Alih alih ada kenaikan upah yang ada sesungguhnya adalah penyesuaian gaji terhadap kebutuhan hidup minimum. Penyesuaian terhadap inflasi, penyesuaian terhadap kemampuan perusahaan, penyesuaian terhadap kondisi pembangaunan daerah.
Wahyu selaku ketua pelaksana pelatihan sadar. Ada sebuah alternatif lain yang bisa dikembangkan buruh untuk melakukan perjuangan. Jalur media. Jalur persepsi. Jalur ini murah. Tidak memakan waktu lama. Dengan modal tiga ribu rupiah sudah bisa mengirimkan artikel ke media cetak. Kalau buruh memiliki media on line seperti web site atau blog pikiran mereka dapat diperjuangkan melalui jalur ini . Usaha ini dapat dilakukan setiap saat. Sedangkan perjuangana gaya jalanan alias unjuk rasa besar-besaran di jalan hanya terjadi sekali setahun ketika pembahasan UMK tiba.
Wahyu setuju untuk berjuang melalui jalur media. Wahyu mengangguk ketika diskusi perjuangan buruh melalui jalur media massa. Perjuangan buruh dapat dikombinasikan melalui dua jalur. Satu melalui perundingan dan turun ke jalanan. Perjuangan ke dua adalah perjuangan melalui argumentasi, persepsi, opini, yang dikemas dalam bentuk tulisan artikel, berita, feature, karikatur. Dengan adanya sebuah polemik sebetulnya mencerminakan adanya dinamisasi dan demokrasi. Sebuah negara tanpa adanya partai opisis bisa menggiring bangsa menjadi bangsa otoriter, bila semua warganya hanya mengangguk dan mengatakan enggeh meski hati menolak Asalkan Bapak Senang. Nah lho.
Perserta semakin semangat untuk belajar artikel. Mata peserta makin membulat mempelototi slide presentasi yang penulis tampilkan. Peserta terus terus melemparkan pertanyaan untuk menggali lebih dalam teknik menulis artikel. Sayang waktu pembahasan artikel berakhir pada pukul 12.20. Praktek menulis disepakati pada hari lain demi mengejar materi Feature.
Usai istrahat dan shalat duhur. Udara cerah. Peserta kembali ke meja masing-masing. Materi feature lebih menkankan pada analisa contoh tulisan. Penulis memberikan sebuah contoh jurnalisme sastra yang berbobot. Karya Chik Rini. Chik Rini berasal dari Aceh. Tulisnnya berjudul Sebuah Kegilaan di Simpang Craft. Materi feature berlangsung hingga pukul 16.00.
Peserta senang. Banyak yang dipetik dari teknik menulis. Wahyu tidak sabar untuk mempraktekkan ilmu yang diperoleh. Seluruh peserta pelatihan diberi tanggungjawab untuk membuat berita, artikel, feature, profile, karikatur hingga hunting foto. Wahyu dan teman-temannya sudah memiliki bulletin bernama SOLID. Satu dalam gerak dan langkah.
DERITA KAUM BURUH
Melambung nya harga kebutuhan pokok menjelang ramadhan, membuat nasib buruh semakin kelimpungan. Gaji Rp.800.000-Rp.900.000 per bulan (rata-rata UMK Surabaya) hanya cukup untuk kebutuhan berbuka puasa dan makan sahur. Bayangkan bila buruh sudah berkeluarga dan memiliki anak, Untuk kebutuhan makan sehari-hari aja pas-pasan, belum lagi untuk kebutuhan anak, istri saat lebaran. Semua harga kebutuhan pokok naik hampir 50%, Betapa menderitanya nasib kaum buruh.
**********
Meminta kenaikan UMK pada saat-saat ini jelas suatu hal yang mustahil, berdemonstrasi, mogok kerja atau ngeluruk kantor dewan pasti hanya menimbulkan keributan tanpa hasil, atau bisa-bisa malah digebuki Satpol PP.
THR (Tunjangan Hari Raya) yang selama ini menjadi kado hiburan bagi buruh sengaja di kebiri pemerintah. UU No 14/1969 tentang pemberian THR telah di cabut oleh UU No 13/2003 yang tidak mengatur tentang pemberian THR. Undang-undang yang di buat sama sekali tidak memihak kepantingan kaum buruh. Atas dasar Undang-Undang inilah pengusaha selalu berkelit dalam pemberian THR.
Sedangkan UU No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, lebih memihak kepentingan investor asing dan Bank Dunia. Landasan formal seluruh aturan perundangan ini memperlemah posisi tawar buruh di bidang upah, kepastian kerja tetap, tunjangan dan hak normatif, hilangnya kesempatan kerja, partisipasi demokratis Dewan Pengupahan, dan konflik hubungan industrial. Pada prinsipnya Undang-Undang ini merupakan kepanjangan dari kapitalisme (pengusaha).
Selain masalah gaji rendah, pemberian THR, Undang-Undang yang tidak memihak kepentingan kaum buruh, derita kaum buruh seakan bertambah lengkap kala dihadapan pada standar keselamatan kerja yg buruk. Dari data pada tahun 2001 hingga 2008, di Indonesia rata-rata terjadi 50.000 kecalakaan kerja pertahun. Dari data itu, 440 kecelakaan kerja terjadi tiap hari nya, 7 buruh tewas tiap 24jam, dan 43 lainnya cacat. Standar keselamatan kerja di Indonesia paling buruk di kawasan Asia Tenggara.
Tidak heran jika ada yang menyebut, kaum buruh hanyalah korban dosa terstuktur dari dari kapitalisme global.
“kesejahteraan kaum buruh Indonesia hanyalah impian kosong belaka”