Pada tanggal 2 Maret 2010 hari Selasa lalu ratusan perwaklan buruh dari SPMI, SPSI dari sejumlah perusahaan di Kota Batam plus perwakilan mahasiswa dari PMII Uniba Batam kembali melakukan ritual tahunan. Yaitu demontrasi menentang upah buruh murah. Siang itu saat terik matahri menyengat, semangat buruh tetap tinggi memperjuangkan nasib mereka. Seperti yang lalu-lalu, para demostran menentang upah minimum dilakukan dengan tertib. Ada spnduk, bendera serikat pekerja/ serikat buruh, ikat kepala, baliho berisi tuntutan dan pengeras suara yang diletakkan diatas truk terbuka.
Kantor pemerintah pun dipagari puluhan Polisi dan Polisi Pamong Praja yang menjaga ketat pintu gerbang Kantor Walikota Batam. Buruh meminta Walikota Batam Drs. Ahmad Dahlan agar menetapkan UMK Kota Batam tahun 2010 sebesar Rp 1.110.000. Latar belakang buruh/ pekerja melakukan demostrasi didasari oleh upaya Apindo Kota Batam yang menggugat UMK menjadi Rp 1.076.000,-
Serikat Buruh/pekerja menilai bahwa kesejahtaraan buruh/pekerja tidak pernah ada perbaikan dan upah minimum tidak pernah sama dengan kebutuhan hidup layak. Serikat pekerja/buruh menilai hal tersebut tidak lepas dari itikat baik pembuat kebijakan di negeri ini. Upah sudah menjadi komoditi politik pembuat kebijakan dan pembuat modal. Upah buruh sejauh ini masih dijadikan alasan untuk menarik investor ke Batam. Buruh /pekerja hanya korban.
Menurut buruh/pekerja, Ada anggapan dari pembuat kebijakan bahwa dengan upah buruh sebagai pemikat investasi akan mengundang investor masuk Batam lalu terciptalah lapangan kerja, pengangguran berkurang, roda ekonomi bergulir, dan berakhir pada angka kemiskinan menurun.
Buruh/pekerja mengatakan bahwa upah minimum Kota Batam adalah besaran nilai upah terendah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada keryawan dan berlaku efektif mulai per 1 Januari 2010 hingga ditetapkannya nilai UMK tahun berikutnya.
Penetapan UMK Kota Batam sebesar Rp 1.110.000,- sesaui SK Gubernur Keperi No. 456 th 2009 tentang UMK 2010 hanya diperuntukkan bagi buruh dengan masa kerja di bawah 1 tahun dengan status lajang. Sedangkan pekerja di atas 1 tahun besaran nilai upah dimusyawarahkan dengan pihak pengusaha masing-masing sesai pasal 91&92 UU nomor 13 tahun 2003, pasal 14 Peraturan Pemerintah No 1 tahun 1999.
Buruh /pekerja heran kenapa gugatan Apindo tentang UMK Kota Batam sebesar Rp 1.110.000 menjadi Rp 1.076.000 di PTUN Pekanbaru justru memenangkan Apindo Kota Batam, sementara UMK yang ditetapkan Gubernur Kepri sebesar Rp 1.111.000. Karena itu Buruh/Pekerja melakukan perlawanan dan mendesak agar pemerintah (Gubernur Kepri dan Walikota Batam) melakukan banding melalui pengadilan Tinggi tata usaha di Medan dan meminta melibatkan Serikat Buruh/pekerja dalam setiap upaya hukum terhadap permasalahan UMK.
Saat demontrasi berlangsung, Serikat Buruh/Serikat Pekerja memasang sebuah baliho bertulisan PANTUN SIJACUR (Panca Tuntutan Aliansi Pekerja Buruh Batam ) . Adapun bunyi PANTUN tersebut adalah:
- Turunkan harga harga kebutuhan pokok
- Bubarkan Asosiasi Boneka
- Tolak Putusan PTUN
- Tolak Upah Murah
- Berantas mafia Hukum.
Upaya perjuangan buruh rupanya mendapat respon dari warga Metropolis Batam. Buktinya pada tanggal 3 Maret 2010 Rabu, kembali ibu –ibu melakukan demontrasi di Kantor Walikota Batam. Para ibu memprotes tingginya harga sembako sejak beberapa bulan terakhir. Kemampuan daya beli masyarakat yang mayoritas buruh tidak mencukupi.
Ibu-ibu meminta pemerintah agar menurunkan harga sembako dan rutin melakukan operasi pasar sembako di setiap Kecamatan. Pada saat demontrasi tersebu berlangsung ada peserta demonstrasi yang membawa poster bertuliskan, kenaikan UMK tidak berpengaruh bila harga sembako tinggi.
Pada masa awal pengembangan Kawasan Industri di Batam berjalan, meski upah buruh jadi modal pemerintah melakukan promosi di luar Negeri namun upah minimum pekerja kurang dari setahun adalah yang tertinggi di Indonesia. Hal itu menjadi motivasi pencaker di luar pulau Batam untuk merantau ke Batam dan mecari kerja di Batam. Ketika itu banyak lulusan SMA dan Universitas memilih Batam sebagai tempat merantau.
Kondisi saat ini sedikit bergeser, beberapa daerah di wilayah Indonesia sudah ada yang memberikan UMK lebih tinggi dari UMK Batam. Diantaranya UMK di daerah Jakarta, Depok, Tangerang, , Bekasi Bandung dan Balikpapan. Itulah sebabanya dua tahun terakhir ini tenaga kerja dari daerah tersebut atau daerah di sekitar wilayah tersebut mengalami penuruanan minat untuk bekerja di Batam.
DR. Achmad S. Ruky dalam bukunya berjudul Manajemen Pengelolaan dan Pengupahan Untuk Karyawan Swasta mengatakan , sasaran atau tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan melalui kebijakan dan sistem imbalan yang efektif mempunyai empat dasar tujuan yang ingin dicapai. Adapun keempat tujuan tersebut adalah:
- Mampu menarik tenaga kerja yang berkualitas baik dan mempertahankan mereka (agar tidak pindah ke tempat lain).
- Memotivasi tenaga kerja yang baik untuk berprestasi tinggi.
- Mendorong peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia.
- Mambantu mengendalikan Biaya Imbalan Tenaga kerja.
Kondisi di lapangan ternyata tidak semanis analisa pakar pengupahan. Upah, khsusnya upah minimum kota telah menjadi rutinitas yang membosankan di dengar setiap tahun. Karena berapapun rendahnya upah bisa ditekan oleh Apindo dan berapun tingginya upah yang bisa diperjuangkan oleh Serikat Buruh /Serikat Pekerja kenyataan di lapangan tetap memperlihatkan kondisi yang tidak berubah. Orang miskin makin bertambah, pengangguran meningkat, orang sakit sulit berobat.
Seharusnya kondisi tersebut tidak perlu terjadi karena negara Indonesia adalah negara yang kaya sumber daya alam.
Akar masalah semua di atas adalah tidak dilaksanakannya Good Corporate Governance dengan baik, Korupsi Kolusi dan Nepotisme yang subur. Kesimpulan adalah usaha dan kerja keras yang telah dilakukan oleh Buruh dalam memperjuangkan upah minimum masih membutuhkan perjuangan yang lebih maksimum dan lama. Perjuangan Serikat Pekerja/Serikat Buruh seharusnya tidak hanya berputar pada masalah UMK saja karena sekali lagi akar masalah dari kemiskinan adalah korupsi.
kunjungan siang,, slam kenal pak, mari mampir ke blog sya 🙂
kayaknya batam sudah tdk ada istimewanya lagi, jauh dari kampung halaman dan penghasilan yg didapat mgkn tdk jauh berbeda dengan penghasilan di kampung.
tapi karena ledakan jumlah pengangguran yg masih tinggi, itulah alasan mengapa mereka tetap memilih ke batam.
tulisan yg menarik….
salam kenal
Ya, memang beginilah susahnya di negeri ini. Sesungguhnya Rp. 1.110.000 itu bknlah uang yg sangat besar. Tapi secara global, pengeluaran cukup besar sebenarnya. Misalnya buruh 1 PT (perusahaan) 1000 orang berarti Rp. 65.000.000,- tetapi jikalau Good Coorporate Governance dilaksanakan sebenarnya itu bukanlah sesuatu yg cukup besar. Tapi apapun mari kita hormati keputusan hukum dan kita harapkan kawan2 bisa melakukan perlawanan dgn hukum juga demi terciptanya keadilan dan kesejahteraan.