Dulu waktu jaman TK , murid yang masih imut senang diberi pertanyaan oleh Bu guru. Mereka berlomba menjawab pertanyaan Ibu Guru. Tak ada rasa malu. Mereka senang dan ceria. Ketika masa sekolah di Sekolah Dasar , hukuman mulai muncul. Murid yang tak mengerjakan pekerjaan rumah di hukum , berdiri di depan kelas. Ditonton murid lain. Murid yang dihukum malu dan trauma.
Ketika SMP, saat murid salah mengerjakan tugas di depan kelas, sang murid diberi hukuman fisik. Sang murid lama kelamaan mengalami mental blocking. Sang murid takut dengan pelajaran dari guru yang killer. Setiap hari Senin ia tak berani masuk kelas karena harus berhadapan dengan guru killer. Hingga dewasa si murid jadi trauma dengan pelajaran yang dia peroleh dari guru killer. Sehingga apa pun yang menyangkut nama, suasana, aroma, simbol yang behubungan dengan guru killer tersebut membuat sang anak menjadi trauma.
Jaman saya SMP, pengalaman seperti di atas jamak ditemui. Pendidikan yang menggunakan displin militer memang bagus membuat siswa patuh. Namun kering dalam berinovasi dan berpikir kreatif. Ketika sang murid diperlakukan dengan pendekatan hukuman saat melakukan kesalahan, sang siswa tumbuh menjadi manusia dewasa dengan mental yang rapuh. Tidak percaya diri.
Apa yang menyebabkan kondisi seperti di atas terjadi? Adi Gunawan pakar hypnoterapi mengatakan bahwa pola pendidikan sekolah sebaiknya diubah. Jangan mendidik anak dengan memaksa, metode komunikasi satu arah. Mendidika anak sebaiknya dilakukan dengan rileks, santai, enjoy. Peserta didik sebaiknya harus menikmati, enjoy dengan pelajaran yang ia hadapi. Anak didik sebaiknya diarahkan untuk mengaktifkan gelombang pikiran Alfa. Pada saat gelombang pikiran Alfa, biasanya mudah menerima pelajaran, lebih kreatif dan terbuka. Sebaliknya dalam kondisi gelombang Beta. Seseorang akan lebih kritis. Tetutup. Informasi dari luar sulit dia terima.
Saat gelombang pikiran alfa, peserta pelatihan mudah menerima materi. Pada saat kondisi seperti ini sebetulnya ada hormon yang aktif dalam diri manusia. Namanya adalah Beta Endrophin. Sebuah hormon yang bermanfaat memberikan perasaan bahagia, nyaman dan rileks. Bila hormon ini aktif, proses pelajaran juga akan berjalan mudah. Sebaliknya saat peserta pelatihan stres maka hormon yang aktif adalah adrenalin. Hormon ini dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah.
Karena itu tidak heran bila dalam suasana kelas atau ruang training, Sang trainer atau guru yang pintar luar biasa namun tak jarang kepintaran sang guru hanya bagus buat si guru sendiri. Murid tetap saja blank. Saat seperti kondisi ini kemungkinan peserta pelatihan mengalami kondisi gelombang beta. Gelombang beta dapat menyebabkan seseorang menjadi kritis. Menolak segala infortmasi dari luar dirinya karena menurut dia informasi baru akan masuk ke dalam dirinya tidak sesuai dengan persepsinya.
Kenapa hal itu terjadi? Dalam sebuah program in house training, permasalahan yang dihadapi peserta adalah bosan, jenuh, suntuk, pusing. Kondisi ini menjadi tantangan bagi seorang fasilitatot atau trainer. Membuat suasana kelas tetap menarik dari awal pelatihan hingga akhir pelatihan adalah sebuah keharusan. Peserta pelatihan akan merasa senang jika selama pelatihan dapat menerima meteri pelatihan dengan mudah dan menarik. Bukan berarti materi pelatihan yang yang dibawakan secara menarik oleh fasilitator maka otomatis sasaran pelatihan juga tercapai. Pelatihan yang dibawakan dengan menarik oleh fasilitator hanya salah satu dari beberapa metode yang digunakan oleh fasilitator agar kompetensi peserta pelatihan atau siswa meningkat.
Lalu bagimana caranya agar pelatihan menjadi menarik ? perlu kita ketahui apa yang disampaikan oleh Konfusius , bahwa Apa yang saya dengar, saya lupa. Apa yang saya lihat, saya ingat. Apa yang saya lakukan, saya mengerti.
Ada juga kredo pembelajaran seperti ini : Ketika saya mendengar, saya lupa. Ketika mendengar dan melihat dan bertanya, saya ingat sedikit. Ketika saya mendengar, melihat, bertanya dan berdiskusi, saya mengerti. Ketika saya mendengar, melihat, berdiskusi dan melakukan, saya peroleh pengetahuan dan keterampilan. Ketika saya mengajarkan ke yang lain saya menguasai.
Berdasarkan data disimpulkan bahwa peserta pelatihan mengingat 20 % apa yang audience baca. Mengingat 30% apa yang audience dengar, mengingat 40% apa yang audience lihat. Mengingat 50% apa yang audience katakan. Mengingat 60 % apa yang audience lakukan. Audience akan mengingat 90% dari total materi bila lihat, dengar, katakan & lakukan terjadi dalam satu proses.
Untuk itu perlu fasilitator ketahui saat membawakan materi pelatihan harus menyesuaikan dengan kondisi peserta. Sebaiknya gunakan formuka VAK atau Visual, Audio dan Kinestesik. Metode ini sudah terbukti efektif. Pengalaman penulis sebagai fasilitator pelatihan sangat memperhatikan metode ini. Kombinasi keseluruhan membuat suasanan pelatihan menjadi lebih menarik. Sebagai fasilitator harus peka terhadap situasi pelatihan. Jangan meneruskan materi pelatihan bila peserta sudah bosan. Sebagai fasilitator yang bertanggungjawab sebaiknya memperhatikan aspek tersebut. Jangan sampai peserta sudah membayar sebuah pelatihan namun tidak menemukan nilai tambah dari pelatihan yang ia ikuti.