Game pentingkah dalam sebuah pelatihan. Jawabnya penting. Pelatihan tanpa game bagaikan makanan tanpa sayur.
Waktu pelatihan yang panjang . Biasanya delapan jam sehari. Membutuhkan stamina peserta untuk menyimak materi. Materi yang berat dan serius tentunya akan menyulitkan peserta memahami materi. Apalagi peserta tidak memiliki konsep dasar yang berhubungan dengan materi pelatihan.
Peserta yang serius dan berusaha menyimak materi dengan konsentrasi dapat dilihat dari bahasa tubuh. Bila peserta pelatihan berusaha mencatat point point materi pelatihan, atau pupil mata peserta membesar itu tandanya ia sedang tertarik kepada narasumber. Namun peserta akan bosan dengan materi ceramah bila durasi mendengarkan lebih dari dua puluh menit. Fasilitator atau trainer sebaiknya membatasi waktu menyampaikan materi. Gay Kawasaki memberi batasan 20 menit sebagai durasi penyampaian materi ceramah. Bila melanggar, peserta akan mengalihkan perhatian. Peserta bosan. Ternyata pendapat Gay Kawasaki manjur. Saat saya memberikan pelatihan (in house training) di beberapa perusahaan, metode ini ini efektif membuat konsentrasi peserta tetap fokus. Mau coba?
Bila peserta sudah bosan mengikuti pelatihan dan fasilitator tetap memaksakan pelatihan tetap jalan akan muncul penolakan dari peserta. Tanda tandanya (bahasa tubuh) adalah menguap, menunduk, memainkan pena, memainkan hand phone. Bahkan peserta mulai tertidur. Sebaiknya saat materi pelatihan tidak disrespon dengan baik oleh peserta ada baiknya lakukan pendekatan berbeda menyampaikan materi. Gunakan metode audio, visual dan kinestesik sekaligus. Kombinasikan game, role play, simulasi, video art, drama tiga babak,diskusi kelompok, ice breaking, dan menceritakan kisah (metafora) kepada peserta. Lakukan pendekatan di atas secara fleksibel. Metode ini sangat ampuh membuat peserta memahami materi yang disampaikan.
Game perlu dipersiapkan dengan baik dan benar. Kita tidak boleh sembarangan memasukkan game di dalam materi pelatihan. Game hanya media saja agar peserta dapat menikmati materi pelatihan. Game yang tidak memeiliki benang merah dengan topik pelatihan hanya membuang energi, waktu, tenaga, pikiran dan biaya.
Game mempunyai tujuan yang disesuaikan dengan teori atau topik pelatihan yang dibawakan. Tujuanumumnya adalah untuk membuat materi menarik, menyenangkan dan menantang. Dengan demikian, peserta pelatihan tidak merasa dibebani.
Yang dimaksud game di sini adalah suatu metode kegiatan pendidikan dan pelatihan lewat cara-cara yang menarik, menyenangkan, mengasyikkan dan menantang untuk menyampaikan pesan-pesan pelajaran.
Jadi, game merupakan sarana untuk menyampaikan pesan-pesan pelajaran dengan lebih menarik untuk menghindari kejenuhan peserta didik. Game dapat berupa simulasi, pemecahan masalah, teka-teki dan lomba serta permainan peran (roleplay).
Fungsi game adalah untuk :
Pemanasan ( Warming Up )
Memecahkan kebekuan ( ice breaking )
Selingan dari serangkaian ceramah
Menghilangkan kantuk, kelesuan & kejenuhan
Muatan pelajaran & nasehat-nasehat
Sebagai panduan menyiapkan game perlu diperhatikan di bawah ini:
1. Diminati oleh seluruh peserta.
2. Semua peserta merasa mampu mengikuti.
3. Menggairahkan.
4. Memacu untuk berprestasi.
5. Waktunya relatif singkat.
6. Aman.
7. Biaya relatif rendah.
8. Alat peraga sederhana.
9. Mengesankan peserta.
10. Mudah dipetik pelajarannya.
11. Jumlah peserta cukup fleksibel.
Sebagai fasilitator pelatihan, selain mengetahui hal di atas, juga perlu memahami hal hal yang perlu dihindari dalam merancang game dalam pelatihan. Fasilitator yang efektif dapat menyiapkan materi game jauh jauh hari sebelumnya, kalu memungkinkan adakan dulu tes awal untuk menguji seberapa jauh dampak negatif yang kemungkinan timbul bila game tersebut dikerjakan. Faktor keamanan penting. Ada beberapa perhatian yang perlu digarisbawahi agar terhindar dari game yang tidak efektif. Diantaranya adalah:
1. Yang membahayakan fisik dan atau kesehatan.
2. Yang mengandung resiko tinggi.
3. Yang tidak mampu dilakukan oleh seluruh peserta.
4. Yang menjurus pada persaingan tidak sehat.
5. Yang tidak menciptakan suasana sportivitas.
6. Yang akan mendatangkan perpecahan bagi yang menang dan yang kalah.
7. Yang memerlukan biaya tinggi.
8. Yang memerlukan waktu panjang.
Ti trainer di P2SDM dan di Tunaskarya Indoswasta selaku provider pelatihan yang sudah lama menyelenggarakan pelatihan team building, karakter building, leadership building, selalu peduli dengan persiapan.
Jauh jauh hari sebelum penyelenggaraan pelatihan, koordinator rutin melakukan kajian game yang menarik dan sesuai dengan topik yang dibawakan. Persiapan materi silabus hingga merancang konsep game dilakukan jauh hari demi memperoleh hasil maksimum. Latihan membawakan game juga dikerjakan berkali kali. Tidak ada yang instan. Semua butuh proses, disiplin, kerja keras.
Pengalaman penulis saat mengkoordinir pelatihan team building mengutamakan brainstorming dengan para trainer. Materi game di bahas bersama sama. Dipresentasikan oleh penanggungjawab game kemudian dievaluasi. Materi game kurang nyambung dengan topik diganti dengan game lain hingga seluruh game yang dibawakan memiliki benang merah.
Game yang dilakukan di luar ruangan membutuhkan persiapan lebih karena membutuhkan perlengkapan yang banyak. Game yang di dalam ruangan memakai alat yang lebih sederhana. Khusus untuk game di dalam ruangan bisa menggunakan aneka perlengakapan atau ATK (alat tulis kantor) yang tersedia. Dengan kreativitas, berbagai barang yang tidak dipakai bisa di sulap menjadi perlengkapan game.
Agar suasana bermain tidak menjenuhkan, fasilitator sebaiknya memadukan dengan pendekatan lain seperti bernyanyi dan yel yel. Penulis sering melihat peserta yang pasif saat diminta melaksanakan game, ekspresi wajahnya tidak menunjukkan perasaan senang. Cenderung monoton. Karena itu fasilitator pelatihan memperhatikan bahasa tubuh peserta jangan sampai peserta menjadi pasif.