Oleh M. Rusli
Pagi usai sholat subuh saya tidak beranjak dari meja kerja. Kutarik Cat air, Kuas dan Kertas Gambar. Melakukan ritual pagi hari. Melatih kesabaran, prioritas dan standard operational procedure melalui cat air , kuas dan kertas gambar. Lho kok bisa? Ya dibalik proses lahirnya lukisan cat air yang saya buat ada sebuah proses yang terus kulatih. Di balik proses lahirnya lukisan cat air sesungguhnya saya fokus latihan kesabaran, melatih prioritas. Saat saya gagal dalam kondisi gelombang pikiran alfa karya lukis pun gagal. Ketika hati, pikiran dan sikap dalam frekuensi negatif maka yang kuperoleh adalah kegagalan. Hanya coretan buruk. Coretan buruk membuahkan pemborosan.
Melukis adalah sebuah Art Therapy bagi saya. Melukis adalah penyembuhan. Dengan melatih secara teratur, maka gelombang pikiran alfa akan terbuka. Hormon Endorfin akan mengalir. Kebahagiann akan kudapat. Saat larut dalam tarikan garis, warna dan bentuk , tak terasa saya berada ladam kondisi trance. Maka lahirlah lukisan yang menarik secara visual dan makna.
Melukis adalah sebuah proses Art Therapy yang sangat efektif sebagai pengobatan. Melalui lukisan bisa mencegah pikiran negatif, sikap negatif, menghalau stres dan penyakit. Melukis adalah kegiatan yang sangat bermanfaat. Melalaui lukisan saya bisa menemukan ide dan konsep tentang pengembangan Sumber Daya Manusia. Melalui rutinitas Lukisan konsep tentang materi pelatihan di Ayo Kita Kerja tumpah bagai air bah.
Pagi itu jam di tangan saya tidak terasa sudah berada di angka 07.00. Sebuah lukisan cat air sudah rampung. Lalu kufoto dan upload ke dalam Blog Marumpa.wordpress.com. Laptop kumatikan. Kembali ke rutinitas ke dua olahraga ringan. Hanya push up sebanyak 50 hingga 100 kali. Bandan terasa hangat. Lalu mandi pagi. Bersiap berangkat kerja.
Kopi mix sudah kusiapkan, perlengkapan kerja sudah rapi. Pikiranku melayang ke Gedung Serba Guna di Pujasera Lama Muka Kuning. Sebentar lagi akan berbaur dengan para pencari kerja. Ada tugas bersama dengan Tim Ayo Kita Kerja Batch ke-3 untuk melakukan promosi program Ayo Kita Kerja. Terlibat di acara ini selalu menarik. Di saat sebagian para Praktisi Human Resource tak peduli. Saya justru melihat ada lorong terang di program Ayo Kita Kerja.
Iya, saya akui bahwa program yang ditempuh oleh stakeholder selama ini tidak mengalami perubahan. Karena cara tidak berubah maka hasilnya pun tidak berubah. Pemerintah masih asik dengan Bursa Kerja yang budgetnya bisa sampai ratusan juta. Para Eksekutif Human Resource di perusahaan juga masih mengandalkan iklan bernilai jutaan untuk merekrut kandidat.
Semua serba instant, Ha ha ha…… saya jadi tertawa dalam hati. Jaman berubah namun cara masih sama dengan cara dua puluh tahun yang lalu.
Well. Perlu ada terobosan. Di balik wajah lelah para pencari kerja yang jumlahnya ribuan. Hanya ada satu kata yang terngiang di dalam kepala. Terimalah saya bekerja dan jauhkan saya dari pengangguran.
Saya mengenakan pakaian kerja. Rambut di sisir rapi. Kusambar helm dan motor. Memastikan kondisi rumah sudah aman. Pintu rumah sudah terkunci. Lampu sudah kumatikan. Kompor sudah kupadamkan. Matahari pagi bersinar cerah. Se cerah hatiku, ha ha ha. Perasaan senang menjalar dalam diri. Terlibat dalam proyek sosial adalah sebuah tugas pelayanan yang bernilai ibadah. Yess. Kukepalkan tanganku.
Datang lebih awal. Sebelum Tim Ayo Kita Kerja dari CSR Batamindo tiba di lokasi. Sengaja aku melakukan tugas observasi. Yang kuperhatikan adalah membaca eksepresi dan bahasa tubuh para pencari kerja yang jumlahnya ada ratusan. Pujasera Lama adalah sebuah bagunan yang sudah di sulap menjadi Gedung Serba Guna. Gedung yang bisa dipakai sebagai tempat melaksanakan berbagai acara. Halal bihalal, pementasan musik. Bangunan yang bersih. Selalu dirawat oleh pasukan Prima Jasa Mandiri. Lantai selalu di pel bersih. Daun daun dan sampah dengan cepat dimasukkanke tong sampah oleh pasukan Prima Jasa Mandiri.
Para pencari kerja tinggal datang. Duduk di lantai bersih dengan tenang. Membaca info lowongan kerja yang telah tersedia di papan informasi yang tertutup kaca. Doa para pencari kerja adalah, “Semoga ada salah satu staf HRD yang datang mengumumkan info lowongan kerja dan menerima berkas merah mereka.”
Dari ratusan pencari kerja terlihat ekspresi wajah yang tidak tenang. Tak ada senyum. Wajah lelah dan demotivasi menghias wajah para pencari kerja. Duduk di lantai di sejumlah pojok. Ada yang bergerombol, ada yang diam sendiri. Hand phone menjadi sahabat mereka. Satu dua orang sibuk menulis surat lamaran kerja. Meniru lamaran temannya. Ada Map merah yang dibolak balik. Ada Map Merah yang dipeluk. Sebagian sibuk membaca layar HP masing masing. Mungkin mereka bermain game atau membuat status di sosial media, pikirku.
Saya memprediski pikiran utama para pencari kerja adalah mendapatkan lowongan kerja secepat mungkin. Hanya satu kata itu yang menjadi prioritas mereka. Ada yang mengaku sudah berbulan bulan di Batam namun hingga sekarang belum berhasil mendapatkan pekerjaan. Tabungan dan biaya operasional makin menipis.
Ada perasaan kecewa dan marah karena setiap staf HRD datang menemui mereka yang diterima hanya untuk calon karyawan wanita. Pencari kerja pria sebetulnya tahu itu. Tapi sudah putus asa. Tidak tahu harus ke mana. Mind set terbatas. Bahkan cara cara kotor pun siap di tempuh demi mendapatkan pekerjaan. Membayar alias nyogok jutaan rupiah pun mau asalkan diterima bekerja. Ya pikiran sudah gelap. Tuntutan untuk lepas dari status menganggur sangat mengganggu.
Pikiranku kembali melayang. Berbagai konsep terlintas dalam pikiran. Konsep lukisan mulai menari dalam diri. Terbelenggu dalam Comfort Zone. Membuat lukisan, “Terperangkap dalam Comfort Zone atau Map Merah ,” Terlintas dalam benakku.
Saya mengngingat kegiatan yang pernah kulakukan beberata tahun silam. Bursa kerja, Pertemuan dengan anggota Dewan dan Tim IPSM. Diskusi dengan sahabat Pejabat Disnaker. Pertemuan dengan Praktisi Human Resource. Diskusi dengan Teman Teman Serikat Pekerja. Sejumlah pertemuan dan kegiatan demi meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia Batam. Ternyata sangat kompleks, menguras tenaga, biaya dan pikiran. Saya berpikir kegiatan tersebut belum maksimum. Jaman berubah. Tuntutan berubah. Aturan berubah. Para Praktisi sudah mulai pensiun. Pencari kerja di generasi Internet terus bertambah. Sayang mindset tidak mengalami perubahan. Hanya tahun yang berganti namun mindset tentang “Bekerja” tidak berubah hingga kini.
Mind set itu adalah. Lulus sekolah, punya ijasah, melamar kerja, bekerja diperusahaan yang berkelas, jadi karyawan, punya seragam kerja, punya badge name, terima gaji setiap bulan. Punya harga diri.
Bekerja informal dianggap tidak bergengsi. Di situlah masalahnya. Jumlah pekerjaan formal sangat sedikit dengan jumlah pencari kerja yang sangat melimpah. Sedangkan pekerjaan di sektor informal sangat melimpah tapi sedikit peminat. Pencari kerja di sektor formal memiliki keterbatasa kompetensi. Kalau membuka si map merah. Isisnya hanya surat lamaran kerja dan ijasah . Bahkan ada yg berani melakukan pemalsuan ijasah.
Dari situ saya bisa menyimpulkan cara cara lama tidak bisa mengatasi pengangguran. Pengangguran tidak bisa diatasi dengan anggaran melimpah, pengangguran tidak bisa diatasi dengan meeting di DPRD , pengangguran di kota Batam tidak bisa diatasi dengan Bursa Kerja. Pengangguran tidak bisa di atasi dengan Peraturan Pemerintah. Pengangguran seharusnya diselesaikan melalui perubahan Mindset pekerja, Calon Pekerja Itu sendiri.
Resiko itu pun jadi kenyataan. Saat Mas Heru Relawan dari Ayo Kita Kerja batch Ke Tiga mengambil mic lalu dengan suara kerasnya memanggil kerumunan pencari kerja untuk mendekat. Sesaat ratusan pencari kerja yang sangat lapar dengan informasi kerja berhamburan meninggalkan tempatnya dan membentuk lingkaran sambil mengangkat Map merah.
Tibalah waktu yang ditunggu tunggu. Saat Manager CSR PT Tunaskarya Indoswasta Riko Jaya Saputra di dampingin Tim Ayo Kita Kerja menyampaikan maksud rencana pelaksanaan program Ayo Kita Kerja. Spontan teriakan keras secara serentak itu pun keluar , “WOOOWWW.”
Ya sudah di duga para pencari kerja sudah stres. Mereka hanya ingin langsung bekerja. Mind set mereka masih lama. Mereka yang berteriak ‘”Wooooo’” pun mengumpat dengan wajah asam, lalu meninggalkan kerumunan.
Namun alhamdulillah beberapa orang bertahan, dengan sabar mendengar penjelasan dari Tim Ayo Kita Kerja Batch Ke-3. Saya pun tersenyum. Ya , masih ada harapan dan sinar di tengah lorong gelap pengangguran. Contagious.