Semua orang suka musik. Pop, Dangdut, Rock, Keroncong, Regge. Apapun jenis, musik telah menjadi terapi yang asyik. Mendengarkan musik perasaan jadi tenang, bahagia. Musik tidak tumbuh sendiri. Ada berbagai alat instrumen yang bersatu di balik keindahan musik.
Begitu juga dengan lukisan. Lukisan tak akan menarik bila hanya ada satu warna. Paduan berbagai warna mampu memunculkan pesan dan persepsi yang bernilai sangat mahal. Lukisan mahal yang berharga hingga triliunan rupiah adalah harmonisasi dari sejumlah warna, garis dan bentuk.
Sepak bola juga begitu. Ketika berbagai latar belakang memperkuat sebuah Tim sepak bola maka muncullah tim yang kuat. Sepak bola tidak bisa mengandalkan hanya satu pemain hebat. Kerja sama pemaian yang beda negara, suku, warna kulit dan kepercayaan mampu memperkuat sebuah Tim sepakbola profesional di Daratan Eropa.
Hutan juga begitu, berbagai jenis pohon yang ada di dalam hutan mampu memberikan kehidupan pada jutaan kehidupan. Munculnya kebun sawit yang merampas jutaan hektar tanah justru merampas persediaan air tanah. Kebun sawit sangat rakus dengan air tanah. Sedangkan berbagai jenis tanaman berbeda justru mampu menampung dan menyimpan air tanah dengan baik.
Sejak Sekolah Dasar kita sudah diajarkan pelajaran Biologi. Rantai kehidupan. Semua saling membutuhkan. Tumbuhan membutuhkan karbon dioksida, manusia membutuhkan oksigen. Itu menunjukkan bahwa kita saling membutuhkan. Kita tidak bisa hidup sendiri.
Burung yang terbang berbentuk V . Kenapa demikian. Ketika burung terbang sendiri maka ia akan kewalahan menghadapi tekanan angin. Namun dengan terbang dengan formasi V maka efisiensinya meningkat hingga 70 persen.
Sebuah negera di Asia, Maldive adalah negara yang paling aman di dunia. Di negara tersebut polisi tidak dipersenjatai pistol. Kerukunan warganya yang berbeda suku, agama, ras, sangat kuat sehingga Maldive tumbuh menjadi negara yang kuat dan makmur.
Yang terbaru ketika Ganda Campuran Bulu Tangkis Indonesia merebut medali emas Olimpiade Rio de Janeiro 2016. Diwakili oleh Tontowi Ahmad dan Liliyana, dua orang pahlawan yang beda keyakinan bersatu dalam mengharumkan nama Bangsa. Saat pemain putra berhasil dia bersujud, dan pemain putri sukses dia mencium salib. Sebuah keharmonisan. Mengharagai perbedaan melahirkan kekuatan. Bendera Indonesia berkibar justru ditunjukkan oleh adanya saling menghargai perbedaan. Sungguh indah. Negara yang menghargai perbedaan biasanya lebih sejahtera dan pendapatan negara juga lebih tinggi.
Bandingkan dengan pemaksaan kehendak. Negera yang selama ini memaksakan kehendak (Agama atau aliran politik tertentu) , yang tidak menghargai perbedaan justru berada dalam perang saudara. Konflik horizontal. Kemiskinan, ketakutan, paraniod, kebodohan dan kelaparan, saling curiga, itulah buah dari pemaksaan kehendak. Buah dari tidak adanya saling menghargai perbedaan.
Kita tak ingin negara yang kita cintai hancur karena pemaksaan golongan tertentu. Kita tak ingin Bangsa yang besar ini hancur karena tekanan dan intimidasi golongan tertentu.
Negara yang besar adalah negara yang menghargai perbedaan warganya. Bhineka Tunggal Ika. Berbeda tapi satu.
Ketika belakangan ini muncul golongan tertentu yang melakukan sweeping, penghancuran, penganiayaan karena berpedoman pada keyakinan yang dianut. Itu sangat berbahaya. Golongan tersebut akan menjadi totonan semua agama. Menjadi santapan bully sosial media. Menjadi sarapan netter, dan menjadi bahan yang empuk bagi jurnalis media cetak dan elektronik.
Nama baik golongan yang melakukan sweeping tersebut seketika menjadi stigma di masyarakat. Sebenarnya tujuan nya bagus. Melawan judi, miras, prostitusi. Tapi ketika bertindak dengan beringas malah menjadi santapan bagi golongan minoritas yang memiliki uang untuk menjatuhkan nama baik golongan tersebut.
So kalau begitu cara apa yang dilakukan. Banyak cara. Untuk membuat masyarakat menjadi baik maka tunjukkan kebaikan, pertolongan, kasih sayang, kepedulian. Cara kekerasan tidak pernah efektif merubah sebuah kaum. Sekolah yang didasari dengan kekerasan tidak membuat lulusannya menjadi hebat.
Rumah tangga yang menggunakan kekerasan tidak melahirkan anak yang pandai berempati.
Cara efektik merubah sebuah kaum adalah membuka Reticular Activating System (RAS) yang menjadi tempat empuk sang persepsi berdiam. Meski dengan cara apa pun kalau tak berhasil membuka RAS seseorang tidak akan pernah berhasil merubah keyakinan, nilai nilai, habit dan persepsi.
Karena itu berhentilah memaksa, meneror, sweeping. Karena cara cara itu hanya akan membuat bangsa ini berada di ambang kehancuran. Kalau ingin merubah keyakinan, nilai nilai, habit dan persepsi sebuah kaum lakukanlah dengan cara efektif. Saya tahu caranya. Gampang kok.