Sungguh menyenangkan bersama Anak anak. Saat gembira sang Bocah menjadi teman yang mengasikkan. Sebaliknya ketika sang bocah mengikuti dorongan emosi, suasana menyenangkan bisa berubah menyebalkan. Bagai neraka. Hanya dalam hitungan jam.
Mengikuti keinginan emosi anak harus cerdas. Sang anak bisa berubah dengan cepat. Coba bayangkan anak anak usia dua tahun yang mencoret coret tembok. Berlari kesana kemari. Meloncat, berguling. Minta jajan ice cream. Menarik gorden. Menghamburkan pakaian yang sudah disterika. Mengambil mainan lalu tiba tiba menangis minta roti. Begitu roti sudah dibelikan. Dia tidak merespon roti tersebut malah kembali asik mencoret kertas gambar. Roti yang telah dibelikan oleh Bundanya hanya diletakkan di lantai setelah mencium aroma roti.
Tindakan anak usia dua tahun di atas berdasarkan dorongan emosi. Belum didasari oleh pertimbangan matang. Tindakan anak dua tahun yang tanpa tujuan tersebut adalah wajar. Ya namanya juga anak anak.
Orang dewasa pasti memaklumi. Sebagai orang dewasa sebaiknya pandai menyesuaikan dengan perkembangan emosi anak anak.
Cara mereka bertindak adalah cara anak anak yang masih berusia dua tahun. Karena itu jangan mengharapkan anak anak tersebut bertindak seperti orang dewasa. Jangan pernah memaksakan tindakan anak usia dua tahun sama dengan tindakan usia dewasa. Jangan pernah memaksakan cara pandang dewasa pada anak usia dua tahun. Sang Anak dua tahun sedang menjalani proses.
Bagaimana bila kelakuan seperti anak dua tahun tersebut terjadi pada orang dewasa. Ha ha ha ternyata saya juga pernah mengalami. Tidak sedikit pengalaman saya mengenai orang dewasa tapi dikendalikan oleh dorongan emosinya. Melakukan tindakan tanpa ada pertimbangan matang. Melakukan kegiatan tanpa perencanaan terukur.
Bagaimana contoh atau diskripsinya? Ya. Misalnya, orang dewasa yang sering berubah ubah dalam melakukan tindakan dalam urusan cinta. Banyak orang dewasa yang melakukan itu. Status sudah menikah, namun pacaran lagi dengan gadis muda. Kemudian bertengkar dengan si gadis. Ia kemudian kembali ke pasangan sahnya. Namun tidak lama kemudian ribut lagi dengan pasangan sahnya, kemudian mencari kekasih baru. Menikah dengan kekasih baru. Setelah itu ribut dengan kekasih baru. Ah ribet. Model begini nih, si Dewasa dikendalikan atau mengikuti emosinya doang.
Dalam urusan pekerjaan pun begitu. Orang dewasa kadang kadang bosan dan gonta ganti pekerjaan.
Saya punya pengalaman dengan teman yang baru saja mengikuti pelatihan wirausaha dengan Pudri Candra. Kejadiannya sudah cukup lama. Saat itu saya juga mengikuti pelatihan tersebut. Tentunya dengan semangat yang tinggi. Nah teman teman yang sudah mengikuti pelatihan tersebut mempratekkan ilmu yang diajarkan Pudri Candra. Apakah itu? Resign dari perusahaan demi cita cita menjadi pengusaha hebat nan kaya raya. Wuih.
Sang Sahabat meninggalkan perusahaan walaupun statusnya sudah karyawan permanen. Godaaan menjadi pengusaha menari -nari di kepala sang sahabat. Sang sahabat bermimpi sebentar lagi akan bebas finansial. Hmm hebat juga dalam hati saya.
Nah saat berjumpa dengan saya, pesan yang dilemparkan ke saya adalah, “Ah sudahlah Pak, Berhenti saja jadi karyawan. Bapak kan memiliki banyak potensi.”
Saya menjawab, “Saya masih ingin jadi karyawan dan belum terukur untuk memilih jadi pengusaha.”
Sang Sahabat berkata, Sampai kapan Pak jadi anak buah terus! Saya hanya tersenyum. Tak mengapa dalam hati saya. Toh saya tahu batasan dan kekurangan saya. Saya merasa cocok jadi pekerja untuk saat ini. Kalaupun meninggalkan perusahaan juga tidak akan mengambil tindakan emosional sesaat.
Sahabat yang kedua. kejadiannya sepuluh tahun lalu juga selalu merongrong saya untuk meninggalkan perusahaan lama demi hunting salary yangg lebih tinggi dan jabatan yang lebih bagus di tempat baru. Pesan yang dilontarkan saat bertemu dengan saya adalah, sampai kapan Bro bertahan di tempat lama. Apa nggak bosan! Lagi lagi saya hanya tertawa kecut dalam hati.
Sahabat kedua saya tersebut memang seperti kutu loncat, hanya bertahan satu tahun sudah pindah ke perusahaan baru. Ada yang hanya bertahan enam bulan lalu loncat lagi ke perusahaan lain. Alasan ia jadi kutu loncat adalah mendapatkan salary yang lebih bagus di banding tempat lama. Namun nyatanya sampai sekarang ia tidak pernah bahagia dengan pilihan kutu loncatnya. Masih penasaran dan tidak puas, masih ingin mencari perusahaan baru. Padahal perusahaan lama yang ia tinggalkan termasuk kategori perusahaan dengan Branding besar di Negeri ini.
Ketika sang Sahabat ke dua melakukan kutu loncat, saya masih tetap mengontrol emosi saya. Saya berpendapat sukses tidak diukur dari seberap sering pindah perusahaan. Tapi sukses dalam bekerja adalah menemukan kebahagiaan, pertumbuhan, interaksi sosial, dapat meningkatkan target, kinerja dan produktifitas secara berkelanjutan.
Tidak masalah berada di satu perusahaan tapi grade juga meningkat, prestasi juga meningkat, tantangan meningkat. Toh saya menikmati itu semua. Ibarat main game saya tak mau hanya berada di level satu sepanjang pengabdian sebagai pekerja. Tapi selalu melakukan peningkatan kinerja.
Mampu merubah pikiran negatif menjadi positif. Mampu merubah kesulitan menjadi bisnis. Ya saya masih bertahan dengan pendirian. Yakni mendengarkan kata hati secara jernih, dan juga melakukan pertimbangan secara SMART (Spesifik, Measurable, Achievable, responsibility, dan Time Table). Ya saya akan melangkah saat terukur. Alhamdulillah saya terus melangkah sehingga tidak terjebak dalam comfort zone.
Saya berpendapat tindakan orang dewasa yang suka melakukan kutu loncat tanpa disadari dengan pertimbangan matang dan analisa SMART sesungguhnya menganut cara berpikir seperti anak anak dua tahun. Hanya anak anak dua tahun lah yang mengambil keputusan karena didasari oleh emosi.
Ketika orang dewasa masih dikendalikan oleh emosi mereka. Itulah yang disebut Impulsif. Impulsif adalah sebuah kecenderungan bertindak tanpa pertimbangan yang mendalam. Suatu reaksi yang timbul begitu saja pada saat situasi tertentu.
Kalau anda ingin berpikiran dan bertindak dewasa maka lakukanlah tindakan dengan pertimbangan matang dan terukur. Jangan hanya umur yang menua, badan seperti orang tua, namun impulsif seperti anak usia dua tahun. Ah tidak asyik itu bro.