Normah duduk sambil menggendong bayinya yang masih berusia enam bulan. Penuh kasih sayang Normah memberi asi pada bayinya. Bayinya ia panggil sayang, Galang. Bayi kecil yang sehat dan tidak suka menangis tersebut bersemangat menetek pada puting susu ibunya. Ia tampak sangat lapar, tak lama kemudian Gilang tertidur di pangkuan Normah. Normah memandang wajah Gilang dengan mesra. Ia selalu berbahagia bila memandang wajah mungil itu, meski segudang masalah sedang menggerogotinya.
Usai memindahkan Gilang ke tempat tidur. Normah beranjak ke dapur untuk mempersiapkan makan malam. Namun belum sempat menyalakan kompor minyak tanah, Normah tersentak. Budi suaminya datang menghampiri dengan jalan sempoyongan. Bau alkohol keluar dari mulut Budi. Wajahnya merah. Ia baru pulang dari lapak tuak yang ada di pojok kios Simpang Dam.
Budi tidak berbicara kasar seperti hari-hari sebelumnya ketika pulang dari minum bir. Ia memilih tidur. Belakangan ini Budi berubah kasar pada Normah kalau tak punya uang untuk membeli barang haram. Budi sudah kecanduan ganja . Kalau tidak mengisap ganja ia melampiaskan kemarahan pada Normah.
Minggu itu, setelah hampir dua minggu tidak mengisap barang haram itu, Budi mencoba membujuk Normah lagi. Agar gaji Normah disisihkan sebagian untuk membeli ganja. Normah tidak menuruti kemauan Budi. Normah punya daftar belanja yang harus dipenuhi untuk kebutuhan dasar. Mulai dari membeli beras, susu, sayur, ikan, minyak tanah, sabun, membayar kontrakan rumah, listrik dan air. Praktis uang yang ada hanya cukup untuk kebutuhan dasar. Kalau gajinya masih dipotong lagi untuk Budi, Normah takut tidak bisa membayar uang kontrakan. Sudah dua bulan ia menunggak. Pemilik rumah kontrakan sudah memberi peringatan.
Sebuah tamparan mendarat di pipi Normah. Normah hanya bisa menangis. Matanya yang bening mengeluarkan air mata, hangat . Meski pipi Normah terasa panas terkena tamparan Budi, Normah tidak melawan. Normah hanya memohon ampun pada Budi, sambil menangis. Entah mengapa meski sudah sering mendapat perlakuan kasar dari suaminya, Normah tidak pernah melawan. Ia masih sangat sayang dan cinta pada Budi. Setelah mendapat perlakuan kasar dari Budi akhirnya Normah dengan sangat terpaksa mengambil sebagian gajinya dan diserahkan kepada Budi.
Normah hanya bisa menangis. Ia tak bisa melawan, dan ia tak akan mau melawan. Selain mencintai Budi, Normah juga tak kuat melawan badan Budi yang besar. Setiap hari Normah hanya menangis hingga matanya bengkak. Ia menghapus air matanya dengan sapu tangan, lalu berdoa kepada yang maha pengampun.
Kalau Budi tidak sedang kumat, perlakuannya pada Normah sangat baik. Kata-katanya juga lembut. Tapi kalau lagi sedang kumat, Normah berubah menjadi sasaran pukulan Budi.
Sudah empat kali Normah mendapat perlakukan menyakitkan dari Budi. Pertama hingga yang ke empat dilakukan di dapur saat Budi meminta sebagian gaji Normah buat beli barang haram. Normah tetap tabah dan bersabar, meski ia sudah berulang kali mendapat kekerasan dari suami ia tidak berniat melapor ke polisi. Tetangga Normah di Kampung Aceh tidak banyak membantu. Warga di Kampung Aceh sibuk dengan dunia masing-masing.
Normah tinggal di salah satu rumah kontrakan di kampung Aceh sejak menikah dengan Budi satu tahun lalu. Ia memilih rumah kontrakan di Kampung Aceh karena jarak tempuh ke Kawasan Industri Batamindo cukup dekat. Ia bekerja di salah satu perusahaan di KIB melalui jasa penyalur tenaga kerja.
Normah telah bekerja di beberapa perusahaan, rata-rata kontrak kerjanya hanya satu tahun. Setelah kontraknya berakhir dia kembali lagi ke perusahaan penyalur tenaga kerja. Normah merasa beruntung karena perusahaan penyalur tenaga kerja mudah menyalurkannya ke perusahaan yang jumlahnya ratusan di Batam. Perusahaan penyalur tenaga kerja bagai dewa penolong bagi Normah. Berkat perusahaan penyalur tenaga kerja Normah selalu mendapat pekerjaan. Tidak sulit bagi Normah memasukkan lamaran ke perusahaan penyalur tenaga kerja karena perusahaan seperti itu selalu memasang iklan di koran. Kalau di koran tidak ada iklan lowongan kerja, Normah bisa mengunjungi perusahaan penyalur kerja yang berkantor di beberapa ruko di Batam .
*****
Pagi itu langit cerah. Sinar Matahari menerobos ke dalam kamar Normah. Batin Normah bergembira. Ia senang karena sudah seminggu terakhir baju Gilang yang basah bisa dijemur di bawah sinar matahari yang terik. Normah menjemur baju Gilang di jemuran yang dipasang seadanya di teras rumah. Ketika ia sedang sibuk menata pakaian Gilang, Budi mendatangi Normah. Seperti hari-hari sebelumnya, bila Budi merayunya pasti ada maksud tertentu.
“Normah!” panggil Budi singkat
“Ada apa Bang,” jawab Normah. Normah memanggil suaminya dengan sebutan Abang.
“Aku butuh uang lagi”.
“Tapi kan, baru seminggu Normah kasih ke Abang. Kok sudah habis.”
“Badanku sakit sekali Nor. Aku butuh barang itu. Aku tak kuat menahan. Tolong ya Nor. Aku sangat membutuhkan barang itu.”
“Sungguh Bang, uang Normah habis untuk beli beras. Sekarang saja Saya masih berhutang sama teman-teman di PT.”
Kali ini Budi tidak menuntut lebih. Ia tak mau memaksa lagi istrinya. Ia tak melayangkan tamparan pada pipi Normah. Budi kasihan melihat Normah yang sangat sabar dan penurut. Budi memilih pergi meninggalkan rumah.Ia menuju rumah Black. Ia pinjam uang pada Black. Black adalah juragan ojek yang juga menjalankan praktek renteiner. Black punya banyak anak buah. Black memberi pinjaman pada Budi dengan catatan segera mengembalikan dalam waktu satu bulan.
Karena butuh uang, Budi tidak peduli pada syarat berat yang ditetapkan Black. Ia langsung menyambar uang pada Black. Budi tersenyum puas. Ia bergegas menemui Jenggo. Jenggo adalah pemasok barang haram yang terkenal licin. Ia selalu lepas dari target polisi. Selain licin menghindar Jenggo juga sangat sosial memberi upeti kepada oknum polisi. Budi pun belajar menghindari polisi berkat kursus singkat yang diajarkan Jenggo. Jenggo pandai berbaur dengan komuitas di warung kaki lima yang berderet di Jalan Simpang Dam. Entah dari mana Jenggo memperoleh barang haram itu. Yang jelas ia selalu mempunyai stok. Kata teman-teman Jenggo, barang haram itu berasal dari Aceh yang diselendupkan melalui Pelabuhan laut Sekupang Ia terkenal sebagai penjual barang haram yang felksibel di kalangan penikmat barang haram. Sudah berkali-kali polisi menjebaknya tapi ia tak pernah terbukti membawa barang haram itu, sehingga ia leluasa bergerak.
Nama Jenggo pun suka berubah-ubah. Kadang-kadang ia memakai nama Bento, atau Tatto. Namun wajahnya mudah dikenali. Ia mempunyai mata yang kecil sebelah dan banyak jerawat batu menghias wajahnya yang berminyak.
Setelah bertransaksi dengan Jenggo, Budi pergi mencari tempat tersembunyi menikmati barang haram itu. Tak lama kemudian ia melayang.
Seminggu setelah waktu yang dijanjikan Black, Budi tak menepati janjinya. Ia diancam oleh anak buah Black agar segera membayar utang. Budi bingung karena tidak punya uang. Akhirnya ia mengambil jalan pintas. Ia mencuri HP penghuni dormitory KIB. Aksi Budi berjalan mulus mengambil HP di dormitory. Ia banyak kenalan di dormitory. Saat bertamu ke dormitory ia menggunakan kesempatan dalam kesempitan. Dari hasil penjualan HP curian itu Budi bisa menyelesaikan urusannya dengan Black.
Sial. Budi ketahuan. Ia didatangi lima orang security dan dua orang polisi. Tak mudah mencari tempat tinggal Budi. Security dan polisi itu bertanya pada pak RW di Kampung Aceh tentang keberadaan tempat tinggal Budi. Diantar Pak RW, Polisi dan Security dapat dengan mudah menangkap Budi. Budi tidak bisa mengelak. Ia pasrah dibawa ke Kantor Polisi Muka Kuning. Budi berterus terang. Ia mengakui perbuatannya. Tapi tak lama kemudian ia dilepaskan setelah bertemu Yoyo.
Pemilik HP curian itu adalah Yoyo. Dulu kawan lama Budi saat bekerja di PT MKPI. Yoyo kasihan. Ia memafkan Budi dan meminta pihak berwajib agar Budi tidak dipenjara. Yoyo menampar wajah Budi bukan karena mencuri HP nya, tapi tak terima sahabat lamanya tersebut menjadi pemakai ganja sebagai pelarian. Usai menampar wajah Budi ia memeluknya sambil menangis. Yoyo tak percaya Budi berubah drastis seperti itu. Budi yang ia kenal dulu sebagai lelaki yang sangat percaya diri dan penuh semangat sudah tidak berbekas pada diri Budi. Budi hanya menunduk.
Budi menangis, matanya merah. Ia berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya. Budi sudah menceritakan semua kelakuannya. Budi berusaha melupakan barang haram itu.
*****
Kelakuan Budi di mata keluarga Normah sudah tercium. Kedua orang tua Normah meminta anaknya agar meninggalkan suaminya. Orangtua Normah adalah keluarga yang terpandang di kampung halaman. Bapaknya adalah juragan beras yang mempunyai mesin peggilingan padi. Ibu Aminah adalah pengrajin Batik. Normah adalah anak bungsu dari dua bersaudara.
Pagi cerah. Burung berkicau di atas pohon. Suara desiran angin dari arah pohon menerobos lubang pendengaran Normah. Daun-daun kering yang berwarna coklat bertebaran hingga ke tanah. Seorang petugas dari Kelurahan datang menemui Normah. Petugas Kelurahan itu memberikan spucuk surat. Kata petugas Kelurahan, surat itu sudah diantar oleh pak pos seminggu yang lalu. Ia tak berhasil menemui alamat Normah makanya ia meneitip ke petugas Kelurahan. Petugas Kelurahan itu memberikan sepucuk surat lalu balik arah, kembali lagi ke Kantor Kelurahan. Normah mengucapkan terima kasih.
Jantung Normah berdetak kencang. Ia pun heran dari mana Orangtuanya mengetahui alamatnya. Padahal selama ini orangtuanya tidak tahu keberadaan Normah. Normah pun tidak pernah memberitahuakan keberadaan dirinya. Ia takut pada Ayahnya yang terkenal keras . Ia takut dihukum. Ia sudah pasrah dilupakan orang tuanya.
Normah membaca surat dari orang tua. Bunyinya seperti ini.
Kepada Normah
Di Batam
Normah bagaimana kabarmu Nak! Semoga sehat selalu.
Kami merindukanmu. Ibu sayang kamu. Semoga cucu Ibu juga sehat. Ibu sangat bahagia sudah punya cucu. Pasti cucu Ibu lucu. Ibu sudah tak sabar menggendong dan menciumnya.
Kami sudah mendengar semuanya dari Siti. Sepupumu yang bekerja di PT Epson. Ia sudah habis kontrak Sejak seminggu yang lalu Siti menceritakan keadaan kamu. Ibu sedih mendengarkannya. Ayahmu sudah memafkan kamu Nak. Ia banyak melamun memikirkan dirimu. Akhirnya Ayah mengerti kenapa Normah melarikan diri dari rumah. Akhirnya Ayah tahu watak buruk anak Pak Lurah yang dulu mau dijodohkan denganmu Nak.
Ibu sayang kamu Ibu memafkan semua perbuatanmu. Kami merundakan kehadiranmu di rumah ini. Semua harta yang Bapak dan Ibu miliki tak ada artinya bagi kami. Kamu adalah harta ibu satu-satunya.
Sejak kehilangan jejak selama enam tahun. Akhirnya Ibu tahu keberadaanmu. Ibu mendapat informasi dari Siti sepupumu. Siti diam-diam mengikuti perkembanganmu ketika Siti bekerja di Batam. Ia tak berana menyengukmu karena mendengar informasi kalau suamimu pemakai narkoba. Ia mengawasimu dari jauh. Dari Sitilah kami mengetahui alamatmu. Alhamdudillah kau masih sehat. Ibu dan Ayah kangen dan merindukanmu. Peluk sayang selalu buat Normah
Ibu
Normah menangis. Matanya basah. Ia terharu. Kedua orang tuanya sudah berubah. Ia memeluk surat itu erat. Ingin sekali ia memeluk, mencium dan bersujud sambil mencium kaki kedua orang tuanya untuk menebus kesalahan yang ia perbuat. Ah, andai saja aku berada di Jogyakarta saat ini, Normah berguman.
*****
Sudah sebulan Budi tidak mengkonsumsi barang haram. Ia sering kejang. Badanya seperti diiris pisau bila sakau. Budi mencoba melawan. Sakit. Ia memaksakan diri agar sembuh. Ia tak kuat. Badanya yang tadinya kokoh mulai menyusut. Bagai kerupuk yang terkena air. Kehilangan semangat dan gairah. Tatapan mata Budi sering kali kosong. Ia batuk. Kadang-kadang mengeluarkan darah merah. Wajahnya yang dulu berisi bagai tengkorak. Pucat. Ia tak mau ke dokter. Normah sering membujuknya agar berobat. Budi monolak. Budi bagai mayat hidup.
Tengah malam. Saat pertandingan sepak bola di layar kaca antara Livervol melawan AC Milan memperebutkan piala Champion, Budi mendekati Normah. Ada sesuatu yang ingin ia bicarakan. Normah masih sibuk menidurkan Gilang.
“Normah ada yang ingin kusampaikan,”
“Apa Bang,” aku Normah.
“Nor, aku tak pantas menjadi suamimu. Kau sangat baik. Kau tidak pernah melawan, aku suka menyakitimu. Aku rela kau menceraikan diriku, Normah. Silahkan kau mencari lelaki lain sebagai suamimu. Kau masih muda, cantik, pintar. Banyak lelaki yang siap menjadi istrimu. Kau boleh melupakan dan mininggalkan aku,” kata Budi tanpa diduga Normah.
“Saya tetap sayang Abang, apapun yang terjadi.”
“Saya bukan tipe ayah yang bertanggungjawab. Saya sudah mencoreng nama baik dirimu Normah. Aku terlalu kotor bagi dirimu. Saya penuh najis. Saya malu dan tak pantas menjadi pendampingmu Normah,” aku Budi seraya batuk. Ada darah segar yang keluar dari dalam mulut Budi.
Normah menangis. Ia tetap memberi kasih sayang terhadap Budi. Ia merawatnya dengan penuh cinta. Ia merawat dua orang, Gilang dan Budi dengan penuh kasih sayang. Meski ia bekerja keras menjadi operator di perusahaan, di rumah ia adalah dewa penyelamat bagi Gilang dan Budi. Meski badannya remuk ia tak ingin menelantarkan Gilang dan Budi. Normah adalah perempuan yang sangat tangguh.
Teringat kembali saat lulus dari SMA. Normah diminta Bapak dan Ibunya agar menerima lamaran anak Pak Lurah yang baru lulus sarjana teknik arsitektur. Orang tua Normah bernafsu menjadi menantu Pak Lurah yang sangat kaya di kampungya. Dua orang tua kaya ingin menyatukan anak-anka mereka melalui perkawinan agar harta mereka tidak jatuh ke tangan orang lain.
Normah memberontak. Ia tak mau dinikahkan, ia masih ingin sekolah. Keinginan melanjutkan sekolah memenuhi otak Normah. Normah tidak mencintai anak Pak Lurah. Selain perbedaan umur yang jauh dengan anak Pak Lurah. Anak Pak Lurah terkenal sebagai kucing garong. Semua gadis yang bening di kampung sudah pernah dipacarinya. Dasar kucing garong, Batin Normah ketika itu.
Budi adalah bintang kelas. Aktifis OSIS dan Karang Taruna. Jago olahraga voli dan main gitar. Badanya atletis. Sering juara kelas. Bintang sekolah di tingkat Kecamatan. Budi satu sekolah dengan Normah tapi tidak satu kelas. Budi kelas tiga dan Normah kelas dua. Mereka saling mengagumi. Ada benih cinta di hati mereka.
Usai Menamatkan SMA, Budi mendaftar ke UGM. Ia lulus dengan mudah. Namun Budi hanya bertahan satu semester. Ia tak suka dengan sistem perkuliahan yang terasa monoton. Budi memberontak. Ia keluar dari bangku kuliah. Ia lalu mendaftar kerja ke kantor Disnaker. Ia ikut program AKAD (Antar kerja Antar Daerah). Budi diterima bekerja di PT MKPI Batam.
Budi rajin berkirim surat ke Normah. Ia meyarankan Normah agar menyusul dirinya ke Batam. Normah diajarkan cara melamar kerja di Kantor Disnaker. Budi berjanji akan menikahi Normah. Hati Normah berbunga. Ia bersemangat mencari info kerja di kantor Disnaker yang ada di Jogyakarta.
Setelah Budi bekerja selama satu tahun Normah menyusul. Ia juga mendaftar melalui Disnaker. Ia ikut program AKAD dan diterima di PT TEAC. .
Petaka datang. Budi yang dikenal baik dan berprestasi di lingkungannya dikeluarkan dari perusahaan. Ia dianggap bertanggung jawab atas hilangnya material di bagian Store. Sebagai kepala Store, Budi bertanggungjawab atas barang hilang yang bernilai miliaran rupiah, Budi terpaksa menerima surat PHK dari perusahaan sebagai rasa bertanggung jawab.
Meski punya pengalaman bekerja. Budi tidak gampang memperoleh pekerjaan di tempat lain. Ia berkali kali tidak memenuhi syarat dalam proses penerimaan pegawai karena usia yang sudah dianggap tidak muda lagi. Kalah bersaing dengan lulusan yang masih fresh. Akhirnya ia memilih jadi Security. Namun pekerjaan sebagai Security tak bertahan lama karena ia tak kuat bekerja pada malam hari. Akhirnya Budi memilih jadi tukang ojek. Dipangkalan ojek ia mengenal ganja. Awalnya ia iseng mencoba barang terlarang tersebut. Awalnya ia hanya digoda teman-temannya sesama tukang ojek bahwa barang itu dapat meningkatkan semangat kerja kata teman-temannya, Budi pun tergoda. Budi menjadikan obat terlarang tersebut sebagai pelarian dari kekecewaannya di PHK dari perusahaan ia bekerja.
Lantaran mengkonsusmi ganja ia tahan ngojek hingga jam dua pagi. Lama-lama ia ketagihan dan menjadi pecandu. Penghasilannya sebagai tukang ojek malah dibelikan ganja. Kredit pembayaran motor di FIF yang dicicil selama empat tahun pun macet di tengah jalan. Ia merelakan motornya ditarik oleh dealer. Ia akhirnya jadi pengangguran.
Sekali-kali Budi menjadi tukang bangunan. Upah yang diterima ia belikan ganja. Kelakuan Budi yang mengkonsumsi ganja bisa tersimpan rapi cukup lama. Dari Normah. Di mata Normah, Budi adalah tetap sebagai lelaki yang baik.
Memasuki tahun 2005 Budi dan Normah menikah. Mereka menikah di masjid Nurul Islam muka Kuning. Mereka baru diberi anak pada akhir tahun 2006. Memasuki tahun 2007, tepat saat si Gilang keluar dari rumah persalinan, Normah baru mengetahui kalau Budi adalah pemakai ganja.
Saat itu uang yang disimpan Normah di lemari pakaian hilang. Padahal uang tersebut akan digunakan untuk biaya bersalin. Normah mau melapor ke polisi, namun Budi menlarangnya. Budi terpaksa mengaku, ia yang mengambil uang itu. Budi nekat mengambil uang simpanan Normah karena sakau. Ia butuh ganja. Rahasia budi terungkap. Norma terguncang. Ia menangis, hatinya merasa diiris pisau tajam. Lelaki yang selama ini sangat dicintai dan disayangi ternyata lelaki tak berdaya. Sejak itu Budi berubah kasar, pemarah, pemabuk. Dan gemar melayangkan tanganya ke wajah halus Normah. Normah hanya pasrah pada Yang Kuasa. Saat Normah kalut ia mengambil air wudhu lalu sholat untuk menghilangkan batinnya terluka.
******
Kian hari kesehatan Budi makin memburuk. Normah tak kuasa membawa Budi ke rumah sakit. Tak ada biaya. Di satu sisi ia harus membanting tulang bekerja sebagai operator produksi. Pulang kerja ia mengambil Gilang dari tempat penitipan anak. Ia mamasak untuk tiga orang. Normah bertanggungjawab menghidupi dua orang nyawa. Meski tenaganya dikuras di tempat kerja, ia masih bersemangat untuk merawat anak dan suaminya. Gilang adalah permata hati Normah. Tatapan wajah Gilang yang bersih selalu memberi Normah spirit untuk menghadapi cobaan hidup.
Seperti biasa, sepulang kerja ia bermaksud mengambil Gilang dari penitipan anak. Sesampai di depan pintu rumah, Normah heran karena pintu dan jendela dalam keadaan tertutup. Biasanya saat ia pulang kerja shift dua, Normah mendapati jendela dan pintu rumah dalam kondisi terbuka. Apa yang terjadi. Kemana kah Budi? Rumah terkunci dari dalam. Namun ketika memanggil Budi tak ada sahutan. Ia tak bisa masuk ke dalam rumah karena tak membawa kunci rumah. Akhirnya ia meminta pertolongan Ketua RT setempat.
Melalui bantuan Ketua RT, Normah mendobrak pintu rumah. Ia ke kamar. Biasanya budi terbaring di kamar saat ia pulang kerja. Ia tak menemukan Budi di sana. Normah mendapati sosok Budi tergantung kaku di ruangan dapur. Budi gantung diri dengan menggunakan selendang Normah. Seketika pandangan mata Normah gelap. Ia ambruk ke lantai. Pingsan. Di atas pohon suara burung gagak berteriak nyaring. Mendung menyelimut di atas Kampung Aceh.
Muka Kuning, Juni 2007 . Penulis adalah anggota FLP Batamindo