Cukup lama saya bekerja di sebuah perusahaan konsultan di Pulau Batam. Tahun 1997 hingga 2016. Perjalanan yang memakan waktu cukup panjang. Namun membentuk pengalaman yang memperkuat karakter. Selama itulah saya terlibat sebagai awak media sebuah tabloid perusahaan di Kawasan Industri Batamindo.
Pekerja yang pernah ikut program AKAD (Antar Kerja Antar Daerah) yang ditempatkan di Kawasan Industri Batamindo dan Kawasan Industri Bintan, khususnya jaman belum ada sosial media pasti pernah membaca Tabloid Etos.
Tabloid Etos adalah majalah dari kita oleh kita untuk kita. Majalah untuk pekerja. berisi informasi dan pengetahuan. Khsusunya dunia kerja. Sebagai kontributor, cukup banyak pengalaman yang saya tuangkan ke dalam Tabloid ini. Redaktur saya adalah Wartawan Senior Kadjat Adrai menjadi partner yang tak bosan memberi arahan dan motivasi. Filosofi Semut menjadi modal untuk terus berkarya.
Jaman itu berbagai peristiwa saya tuangkan. Pengalaman yang menyenangkan karena masih merasakan teknologi jaman pra internet generasi ke dua. Foto untuk ilustrasi masih menggunakan kamera jadul. Belum ada kamera digital. Sehingga keputusan pengambilan foto sangat hemat hati hati. Penentuan penggunaan kamera tergantung peristiwa yang akan diliput. Tidak sembarangan mengambil foto. Satu rol hanya berisi 37 gambar. Biaya yang mahal. Dua kali pengeluaran biaya. Pertama biaya untuk pembelian rol film dan yang kedua biaya cuci cetak film.
Ah, pengalaman yang mengasikkan pernah mengalami jaman itu. Anak jaman now gak paham dan bisa jadi akan bingung dengan teknologi cuci cetak film jaman old.
Nah kembali ke Tabloid Etos. Kenapa harus memakai logo semut hitam. Sebagai karyawan junior waktu itu saya melihat sebuah simbol kuat dari semut. Pekerja keras. Seperti kehidupan normal para pekerja yang tinggal di dormitory. Mereka bekerja tak kenal lelah. Ada yang bekerja hingga dua shit demi mengejar target produksi. Bekerja bahkan mengalahkan semut. Beberapa pekerja yang bekerja terlalu semangat akhirnya tumbang alias sakit. Namun jam kerja yang sangat padat dan sibuk tidak berhenti. Target industri yang tinggi tidak boleh tidur.
Power House sebagai penyuplay listrik milik Kawasan Industri Batamindo tak pernah rewel demi memenuhi tuntutan tenant. Ada 80 an perusahaan asing yang berada di Kawasan Indutri Batamindo. Rata rata perusahaan menjalankan mesin non stop. Sehari 24 jam. Kebutuhan akan pasokan listrik menjadi wajib. Pekerja bahkan di bagi menjadi 3 shift karena target harus diperoleh.
Perusahaan yang berada di Kawasan Industri Batamindo adalah perusahaan asing. Berasal dari Jepang, Korea, Eropa, Amerika, Singapura. Pekerja berasal dari berbagai suku dan negara. Khusus pekerja level top masih dipegang oleh ekspatriat. Pekerja berjumlah hampir seratus ribu menjelang tahun 2000. Angka pekerja yang sangat besar waktu. Kawasan Industri Batamindo adalah penyumbang pajak terbesar di Batamindo.
Nah bisa dibayangkan betapa ramaianya kawasan ini. Sejak pagi para pekerja menyerbu tempat kerja masing masing. Mereka tidak hanya tinggal di dormitory Muka Kuning tapi juga dari wilayah perumahan di Kota Batam. Pekerja yang berangkat dan pulang bagai semut yang berlomba mencapai target masing masing.
Tidak heran bila filosofi semut tercermin dari kehidupan para pekerja.
Semut hitam memberikan gambaran pekerja keras. Tak kenal lelah. Saat bekerja terus berusaha menyelesaikan tugas. Ketika ada beban berat maka secara gotong royong menggotong beban berat tersebut hingga sampai ke tujuan. Tak ada istilah santai. Semut saling membatu dalam tim.
Begitulah kehidupan di Muka Kuning. Sebuah Kawasan Industri yang terbesar di Batam. Tak Salah bila Tabloid Etos memilih simbol semut sebagai logo. Semut adalah lambang etos kerja.