Saat membaca Facebook hampir delapan puluh persen isinya adalah caci maki, kebencian, permusuhan, kemarahan, penghinaan kepada pemimpin negara dan agama. Pikiran negatif memenuhi halaman Facebook. Topiknya tak jauh dari masalah politik. Konten Facebook berasal dari komentar pendukung fanatik. Masing masing pendukung merasa panutannya paling baik dan benar serta hebat. Dua kubu saling menjelekkan dan menjatuhkan. Gara-gara beda pendapat di dunia maya, ujung ujungnya persahabatan pun jadi renggang di dunia nyata.
Saya menganggap konten tersebut adalah sampah informasi (residu sosial media). Sampah informasi tak nyaman untuk direspon. Efek yang ditimbulkan berdampak negatif.
Informasi yang kita kumpulkan secara terus menerus akan tersimpan di pikiran bawah sadar. Informasi negatif yang ditimbun dapat menimbulkan reaksi pada tubuh berupa stres, marah, datak jantung meningkat, tekanan darah tinggi.
Data menunjukkan. Jumlah Pengguna aktif Sosmed di Indonesia adalah 130 juta. Peringkat Nomor 4 pemakai Facebook di Dunia. Pengguna Instagram peringkat nomor 3 dunia. Dari data We Are Social – Hoot Suite – Januari 2018. Bahkan Jakarta pernah jadi kota terbrisik (Twitter ) di tahun 2012. Sayang kuantitas pemakai tidak diikuti kualitas konten.
Meski bulan ramadhan, isi sosial media masih berputar pada residu, sampah, kebencian, caci maki, bahasa kasar. Inilah potret Bangsa.
Tingginya respon kecewa dan kemarahan terhadap pemerintah menunjukkan adanya ketidakpercayaan terhadap pemerintah. Modal untuk menggerakkan rakyat jadi hilang. Tidak adanya integritas pemerintah di mata rakyat maka kepemimpinan Kepala Negara menjadi taruhan. Hilang kepercayaan rakyat terhadap pemerintah maka hilang lah pengaruh pemimpin negara.
Perlu tindakan cerdas agar segera menemukan pola efektif untuk mendidik pengguna sosial media menjadi warga yang sehat dalam membuat status. Tidak lagi menggunggah status atau upload film yang berisi caci maki, kemarahan, merendahkan, menghina kepala negara, menghina agama.
Semoga solusi segera terwujud. Save NKRI.